Pages

the Economic crisis appears again

if we analysis using mainstream tools of the declining of US-dollar, Euro power and raising gold prices, world wide debt-crisis, in several next year the business cycle might be stuck again, financial crisis similar economic crisis before WW2 and after WW2,, (when gold-sterling was replaced by gold-USD) (few years later (if correct) USD is replaced by Renmimbi China RMB and gold gaining power)


the assumptions are the european financial crisis (both Euro conditions and legimation, states conditions (deligitimate government to public and market), 
World Wide debt crisis (US debt) --> push debt scheme (loan to countries) to booster the economic by making loan to other countries or in other words countries which habitually take/get the loan will absorb that Loan from US or US-backed organization such as IMF, but what if loan interest is rising, same tragedy in 80s where the Reagan increasing the rate, almost all countries in the Latin America that get help from loan hit economic crisis,  countries deficit budget and collaps, and the creditors gain some extra payment money from interest rate,
What China purpose to buy US debt ?? is currency war or others..
 

on the Surfaces, the Currency war is representing crisis and deploying commodities,, but basically it is inherent contradiction in capitalism as a economic system.. 


and historically cycles speak "War" is neccesity
so watch the world burn....
and the capitalist as the major player of economic speculators are still rich..


but i hope my banal calculation is default
we see later dude.....

Konstruktivisme / Constructivism



Konstruktifisme sebagai salah satu kerangka analisis dalam ilmu Hubungan Internasional


Perkembangan dalam mencari model analisis untuk dapat menganalisis fenomena hubungan internasional secara khusus dan ilmu sosial dalam domain yang lebih luas salah satunya terdapat dalam pendekatan analisa constructivism. Mungkin ada dari kita telah lama mengetahui konsep constructivism atau mungkin ada juga yang baru mengetahuinya setelah membaca tulisan ini. Constructivism sendiri telah banyak diperbincangkan dalam model pendekatan analisa hubungan internasional pasca perang dinigin berakhir.  Perspektif mainstream yang telah terlebih dahulu ada dan mapan sebagai teori seperti dominasi realis dan variannya neo-realis, maupun liberal-neoliberal (plularis) (rationalist) dalam pendekatan postivis terasa kurang untuk menjelaskan fenomena hubungan internasional yang kian kompleks. Hadirnya constructivism akibat keadaan lack pada kondisi tersebut sekaligus melakukan pembedaan metateori dan advokasi dari teori mainstream. Jadi Constructivism disini sebagai complementary bagi para analis yang ingin menambah khazanah dalam melihat fenomena hubungan internasional yang terjadi karena adanya kondisi sebuah teori/analytical tool "terkadang" tidak mencukupi/membutuhkan komplemen demi lahirnya sebuah penjelasan yang komprehensif.


Meta-teori constructivism (Ontology, Epistemology, Metodologi)

Ontologi dari sebuah teori dan analisa menjadi penting karena dalam hal ini ontologi menjadi dasar dalam menjawab apa yang sebenarnya “ada” dan “exist” dari sesuatu. Ontologi diartikan teori tentang "ada". Constructivist berpendapat bahwa fenomena terkonstruksi baik dari segi aktor/agen maupun strukturnya. Anti-naturalis dan lebih tepatnya ingin banyak mengetahui apa saja yang menyusun konstruksi-kontruksi tersebut.  Jadi konsep “ada” merupakan konsep yang “diadakan” oleh karenanya sesuatu itu “ada”. Misalnya lahirnya institusi internasional tidak muncul secara natural/alamiah tetapi ia muncul karena ada aktifitas-aktifitas "pra-kondisi" dan ruang terjadinya. Fenomena sosial dilihatnya sebagai sesuatu dengan pola-pola tersebut dan hal yang menjadi penting adalah metodologi constructivism untuk menyelidiki apa sajakah yang merekonstruksinya, selanjutnya akan dijelaskan di bawah. 


Secara sederhananya penjelasan tentang sesuatu yang "ada/exist"

P1a/s,P2a/s,P3a/s,P4a/s,... ------------------> X, (X sebagai sesuatu "Ada"), yang kemudian "ada/exist" tersebut menjadi fenomena*

dimana P1,2,3 merupakan Pra-pra kondisi yang terdiri dari a=agen atau s=struktur. 



 
Misalnya sifat seorang "anak nakal/konfliktual/anarkis" bukan merupakan kondisi yang "ada" atau alamiah atau imanen (tertanam didalam/bawaan) ketika anak tersebut muncul ke bumi, tetapi identitasnya terkonstruksi oleh pra-pra kondisi (immaterial dan material). Begitu juga dengan kata "Indonesia" merupakan sesuatu yang bisa jelaskan arsitekturnya dan bukan sesuatu yang semulanya ada, tetapi karena konstruksi negara maka "Indonesia" itu ada.


Para pemikir konstruktifis yang bekerja dalam porsi besar membangun basis teori ini terdapat pada karya-karya Alexander Wendt dan Onuf, khususnya Onuf mengambil studi semantik dalam penulusuran metodologisnya dengan menarik filsafat bahasa Saussure, Wittgenstein dan Austin.





Epistemologis merupakan teori tentang pengetahuan itu sendiri. Constructivism ingin menjawab pertanyaan pengetahuan itu seperti apa dan sifatnya bagaimana. Epistemologi dari constructivist beranggapan bahwa karena persebaran yang begitu banyak (varian dan geografis) dan dinamisasi yang tinggi maka sangat sulit untuk memformulasikan tindakan agen ke dalam satu penjelasan tunggal dan menyeluruh. Seperti contoh budaya yang membentuk identitas aktor, budaya dalam hal ini sangat berbeda tipologi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Begitu juga dengan kepercayaan, nilai-nilai maupun ide/pemikiran.  Dalam  level satu regionpun terdapat beraneka ragam karakteristik yang mempunyai ciri tertentu dan masing-masing mengkonstitusi/membentuk identitas aktor-aktor. Karena permasalahan ini maka metode falsifikasi tidak dimungkinkan dalam hal ini. Pengetahuan merupakan sebagaimana interpretasi atas/dari aktor-aktor dan struktur yang telah/sudah terkonstitusi. Model ini memperlihatkan kedekatan constructivism dengan metode interpretif dalam sosiologi untuk menganalisa konstitusi struktur tindakan (action theories**). Constructivism merupakan pengetahuan post-positivis.




Bangunan metodologi dari contructivist dalam menganalisa fenomena hubungan internasional yaitu menekankan pada analisa komposisi immaterial yang mengkonstitusi agen – struktur sedangkan kondisi material dilihat apa saja yang mendukung kondisi material itu bisa terlaksana/terjadi/bekerja. Misalnya contoh aktivitas material seorang dosen akan termanifestasi dengan baik dan mendapatkan pengakuan apabila ia berada dalam struktur (ruang) akademik ataupun hal-hal lain yang berhubungan dengan kapabilitasnya dan memperoleh pengakuan dari orang lain. Apabila aktor tersebut tidak dikenal oleh kondisi dimana ia berada maka aktivitas material dari seorang dosen itu tidak bekerja layaknya seperti biasanya dilingkungan yang mengenal dan mengkonstitusinya. Realis dalam pandangan ini menyatakan ketika seseorang kehilangan atas bekerjanya power dari orang tersebut terhadap orang lain, tetapi constructivist menghindari penggunakan termin power tersebut tetapi lebih menyukai penggunaan termin “konstitutif” atau “kontruksi sosial” sehingga kerangka arsitekturnya menjadi jelas.  




Constructivists berpendapat bahwa aspek immaterial (norma, ide, values) merupakan hal yang penting untuk menjadi fokus analisa sama pentingnya dengan aspek material. Ketika Neo-realis menekankan struktur material pada  balance of military power dan Marxian menekankan pada capitalis world economy, constructivists berpendapat bahwa sistem menyebarkan ide, kepercayaan dan nilai juga memiliki karakteristik struktur. Penyebaran ide, nilai dan norma tersebut mengkonstitusikan agen maupun struktur oleh karenanya melihat faktor-faktor penyusun tersebut menjadi penting untuk memahami fenomena. Berbeda halnya ketika realis dan liberal  yang lebih berokus pada strategi agen/aktor untuk mencapai kepentingannya.


Bagaimana dengan rasionalitas aktor/agen ? Karena pengetahuan aktor/agen didapatkan dari berbagai aktivitas immaterial (nilai, norma, ide) dan material yang kemudian mempengaruhi/mengkonstitusi agen, dalam hal ini metodologi analisa constructivist menfokuskan studi bagaimana kumpulan pengetahuan itu didapatkan (faktor immaterial) dan kemudian diterjemahkannya menjadi aksi/tindakan (aspek material) serta ruang,posisi dsbnya (struktur) yang mempengaruhi aktor/agen tersebut pada saat ia melakukan tindakan (manifestasi).




Kadang kalanya struktur mendistorsi aktor, ataupun aktor yang mendistorsi struktur. Hal ini dapat dilihat setelah manifestasi gerak aktor/agen tersebut apakah ia ikut dalam struktur yang ada ataukah ia justru yang menciptakan struktur baru. Misalnya contoh aktor mengkonstruksi struktur, pentingnya agen/aktor untuk mengkonstruksi kondisi dimana ia ingin menjalankan kepentingannya menjadi sesuatu hal yang krusial karena dengan terkonstruksinya kondisi/struktur maka agen/aktor akan bisa memanifestasikan tujuannya (menjadikan struktur “ada” dan diterima menjadi sesuatu yang “ada”). 


Seperti contoh aliran modal bebas, pemberlakuan formasi free-trade di semua negara dan regional "didorong" "diciptakan" agar transfer ide,values dan norma dari kaum  liberal dapat terus hidup/ada/exist baik secara imaterial maupun material (manifestasi) dan terutama bertahan lama karena legitimasi. Pihak yang sama tetapi dgn kutub/sudut yang berbeda mendorong strategi konstruksi sharing nilai totalitarian, proteksi perdagangan dengan formasi penguatan negara ala nasionalis (seperti strategi ISI - Industries Subtitution Import, nasionalisasi Industri, peran negara sentral dalam pembangunan) agar menjadi sesuatu yang "tak laku" "tidak sesuai zaman" "kegagalan masa lalu" "penuh resiko politik ekonomi" dsbnya. Strategi tersebut dengan mendorong narasi empirisme kegagalan ISI dan sebagainya kemudian mengradualisasi hal tersebut secara sistematis dengan menggunakan metode immaterial dan material agar dapat diterima dan menjadi pengetahuan umum/dunia serta common sense. 


Hal ini bisa terlaksana juga ditopang oleh moral force (seperti ini baik, itu buruk dsbnya) yang dikontruksikan agar menjadi legitimasi untuk bertahannya aktor (state-non state) pada struktur dan menjadi dominan, dalam liberalis non-state actors menjadi dominan. Secara essensial hadirnya (manifestasi) WTO sebagai institusi yang "menjaga" (ide/norma-immaterial) liberal dari hal-hal yang mengganggu eksistensinya seperti asupan moral menghindarinya proteksionisme perdagangan yang akan merugikan produsen dan berimbas pada pekerja serta perekonomian. 


Konstruksi nilai/ide liberal lainnya misalnya fungsi penjamin kelancaran gerak komoditas barang dan jasa sesuai diktum ekonomi liberal "perdagangan dan kemakmuran". Mengapa WTO menjadi penting tidak hanya ia nampak berupa fisik institusi, regime, organizational, relasi produsen-produsen ataupun produsen-konsumen dan sebagainya (material) tetapi menjadi ruang (domain) dimana ide/nilai/values (immaterial) liberal terutama ekonomi dapat terus terkonstruksi ada/exist dan bertahan lama serta tahan gempuran.



Analisa metodologi constructivism terhadap konstitusi norma, nilai, ide lainnya dapat digunakan seperti contoh kasus perang/intervensi politik di Libya atas nama demokrasi dan ekonomi liberal dalam bungkus Humanitarian Intervention. Unsur moral force yang dijalankan berhasil membuat aktivitas material dari agen mendapatkan legitimasi dan hidup walaupun dilakukan dengan cara yang sebenarnya tidak bermoral. 


Apa yang dilakukan agen/aktor pro-perang Libya yaitu membuatkan struktur kondisi yang tersusun atas nilai, norma dan ide bahwa otoritarian sesuatu yang salah, Libya dalam hal ini dipimpin oleh Qhadaffi secara moral, nilai dan ide menyalahi struktur kondisi pada umumnya yang berlaku dominan di dunia khususnya kebebasan manusia dan hak demokratis lainnya. Naiknya konstruksi di berbagai media yang membentuk wacana umum seperti zoom in hidup Qhadaffi yang penuh dengan wanita2, bergelimangan harta, anti-demokrasi dan sebagainya merupakan strategi bagaimana menyebarkan nilai-nilai pro-demokrasi yg berarti pro-penggulingan Qhadaffi mendapatkan justifikasi moral konstruksi common sense penduduk dunia.


Jika ingin menguji metoda tersebut dan kemudian falsifikasi maka coba kita pindahkan ruangnya/objeknya. Misalnya "citra" Qhadaffi anti-demokrasi dengan totalitarian, jika kita geser sedikit ke ruang/wilayah Timur Tengah/jazirah Arab maka struktur beberapa negara arab jauh dari aktivitas demokrasi. 


Qhadaffi yang dikelilingi kemewahan, jika digeser sekali lagi maka berapa banyak kemewahan "barang mewah" yang laku di negara2 Arab/petro-states lainnya yang menjadi lokasi favorit penjualan bagi produsen barang mewah dunia bertebaran disana. Lalu jika begitu dengan mempertahankan konstruksi yang sama, masalah Qhadaffi bukan sesuatu yang "khusus" dalam ruang timur tengah tersebut dan tentu saja tidak "ada" masalah. Dengan sedikit saja menggeser strategi konstruksi "citra" tersebut pada ruang yang lain/yg tidak terlalu jauh dari Libya, maka kita akan menemukan konstruksi nilai/ide maupun moral tersebut dibangun untuk kepentingan. Tapi ingat, konteks kepentingan memang menjadi nafsu para analis tetapi dalam konstruktivis ini lebih penting melihat, memeriksa, mendiagnosa, menganalisis bagaimana proses-proses konstruksi nilai/moral/ide/values terjadi-terjalin seiring dengan kondisi material yang dapat dilihat oleh indera kita sehingga masalah dapat ter-di adakan, sehingga muncul menjadi masalah.



Dalam pandangan post positivis  lainnya seperti kaum posmodernisme menganggap strategi tersebut berhasil untuk membentuk dan menaikkan narasi besar ke permukaan sehingga diterima oleh khalayak ramai dan kemudian menjadi sesuatu yang umum. Hal tersebut untuk membentuk legitimasi dan mencegah lemahnya/kejatuhan/krisis legitimasi narasi besar (lyotard:48).




Advokasi yang ingin diberikan constructivisme dalam hal ini ialah mempertajam analisa agen-struktur dalam fenomena hubungan internasional terutama dengan penolakan asumsi naturalistic.  Tendensi Wendt untuk membuatkan satu teori komprehensif dan menyeluruh tentang konstruktifisme mendapatkan kesulitan sendiri karena melihat pemikir dan para sarjana konstruktifis sesuai basis epistemenya merupakan kondisi yang sangat plural dan dinamis. 

Tendensi ini terjadi sama halnya pada kasus Waltz yang mempunyai cita-cita membuat teori Hubungan Internasional menjadi satu teori tunggal dan menyeluruh dengan adopsi berbagai macam ke dalam neo-realis struktrural. Advokasi ini muncul sebagai jawaban teori dominan realis dalam menggambarkan dunia dengan tesis konfliktual, anarki, power-survive, zero-sum dan sebagainya. Order/tatanan anarki konfliktual terjadi karena terkonstruksi oleh agen/aktor dan aktor juga terkonstitusi oleh stuktur-struktur yang levelnya lebih kecil/rendah tetapi berpengaruh, sedangkan realisme berpendapat order/tatanan konfliktual dan anarki sudah menjadi keadaan alami/natural seperti sifat alamiah konfliktualnya manusia.












 * ilustrasi buatan sendiri dan masih dalam proses penyempurnaan, ckckk
 **ada pada postingan lalu, heheee

Apa yg terjadi dengan "Kita"..

Di jaman yang katax informasi sekelebat setan ini, cepatnya bukan main, lebih seringnya kita mensimulasikan kehidupan nyata ke ranah virtual (internet), dimana pengetahuan dan informasi bukan lagi ekslusif, dimana kepintaran hanya milik Google dan wikipedia, toh semangat "kita" untuk merayakan mudahnya pengetahuan itu tidak ada, malah berbanding terbalik, bolak balik dan morat marit terhadap daya analisis kita.




formasi sosial masyarakat tidak bisa dijelaskan dengan satu model saja, kita mengakui bahwa banyaknya karakteristik dan ciri-ciri dari figur, konfigurasi masyarakat dan sebagai menjadi sesuatu yang meriah tetapi kenapaa tekhnologi menjadikan kita "lemah" di depannya. Kemampuan teknologi dalam mengkomodifikasi kehidupan kita, memproduksi kita patut diacungi jempol karena teknologi dalam haln ini yang berhubungan dengan koneksifitas bukan lagi menjadi bagian dari kita (part from us) tetapi sudah tumbuh di dalam kita (within us), jika ingin mengetesnya cukup mudah coba untuk tidak berdekatan dengan Hape, gadget, internet, social media sehari saja, atau mungkin 6-8 jam saja, bagaimana rasanya ?? it's difficult or impossible...




Daya simulasi yang panjang di jelaskan oleh Baudrillard puluhan tahun yang lalu ini tercatat semenjak teknologi internet leaping di berbagai negara dunia dan menjadi revolusi ke IV, khususnya di negara kita ini setelah tahun 2004an dan secara masif menggerus kolektifitas dunia nyata di paruh tahun 2006 tersebut cukup banyak menyita banyak perhatian, waktu, energi tenaga, kesedihan, kesenangan dan sebagainya. Seoalah-olah apa yg kita pernah perbuat sebelum tahun 2000an agak sulit lagi terjadi, semua bisa terpuaskan dengan menatap layar beberapa inchi.





Teknologi cukup banyak melahirkan lebih dari simptom sebutlah termin narsis. Narsis yang semakin menjadi-jadi dan menjadikan sesuatu kesenangan. Anda tak akan bisa menghitung seberapa banyak gadis berjilbab diluar sana, tetapi di dalam sini (dunia virtual) menghadirkan foto pribadinya sampai dengan konsep baju hemat/minimalis. Kalaupun tak terpajang pada profil pictures anda dengan mudahnya meng klik beberapa menu untuk mengetahui apakah dia punya tahi lalat di badannya. Ini bukan saja persoalan moral tetapi betapa dahsyat keinginan narsis ala pujian itu membuat penyakit-penyakit jiwa dan menyebarkannya secara sistematis. Jika dalam studi poskolonial inilah yg disebut model mimesis yaitu ketika si subjek berusaha untuk meniru dan menjadi apa yang dia bayangkan, idolakan, inginkan dan itu bukan dia akhirnya terbalik Subjek sebenarnya Objek. Dalam kekacauan ini muncullah termin budaya Hibrid  ketika semuanya tak bisa lagi jelas dan diurai dalam bentuk-bentuk yang jelas. Dalam hal ini termin "be yourself is nonesense" tidak pernah akan ada. Seberapapun kuat iman anda, ketika teknologi sudah menjadi within ur body pasti terjadi pembentukan-pembentukan, okelah jika anda tidak menjadi eksibisionis tetapi dengan tak sadar, internet berhasil mensimulasikan kebahagiaan atas apa-apa yang anda kehendaki orang lain melakukannya untuk anda. Misalkan anda meposting "alhamdulillah sudah mengaji dan foto anda memakai mukenah dan kelihatan Al-qurannya", tanyalah diri,apa yang anda harapkan dengan itu, sangat spekulatif jika kita berasumsi orang lain akan mengaji ketika mereka melihat kita mengaji.






Tetapi masalahnya tidak sederhana dan hanya berhenti sampai disitu, kembali ke "melemahkan" tadi, lemah disini artinya daya juang untuk segala sesuatunya itu menjadi lemah dari sebelumnya. Contohnya begini, dengan melubernya informasi dan sebagainya, hanya dengan mengetik keywords pada google muncul berbagai macam dan banyaknya informasi apa yang kita ingin ketahui, bukupun banyak yang gratis (.pdf) tetapi daya analisa untuk berpikir lebih kompleks, mengerti rumus dan sebagainya itu cenderung melemah kenapa bisa begitu ?? karena metode "click" anda mengclik kiri-kanan ada transfer ide yang masuk menjangkiti kita yaitu budaya instant, akibatnya instant dapat, instant hilang. Ya tidak adalagi keruwetan-keruwetan yang menggembirakan, hanya ada konsep display performance kita dan bypass. Karena menurut kita ini rumit maka kita mem bypass kan saja, karena kita berpkir toh mudah informasi pengetahuan ini dipanggil kembali hanya tinggal meng "Click", akibatnya kasian otak kita jarang teroptimalisasi (baca:dipakai).






Lemah-lemah yang lain, seharusnya kan dengan kemajuan jaman ini ktia lebih menyukai dan menyenangi kenyamanan2 manusia dan akan mengurangi tindak kekerasan tetapi sesuai yang kita bahas diatas tadi bahwa keberhasilan teknologi mensimulasikan dirinya berpengaruh pada pembentukan karakter penggunanya (users). Jadi secara tidak sadar ada beberapa ciri/karakter kita yang berhasil dibuatkan/dikonstitusikan oleh sesuatu yang bernama Virtual. Anda tidak akan bisa menghitung banyaknya nama-nama generasi muda harapan bangsa kita ini dengan last name yang panjangnya bukan main, huruf matinya banyak, memakai huruf jarang dipakai manusia X,Z,V dan terkadang tak ada artinya, sebutlah satu contoh diantara jutaan users FB baik domestik maupun internasional last name "AkuwyyClaluInginxSendriiiyyy". Sekarang yng ngetrend dgn nama Alayers ini bukan lagi fenomena yang wow begitu, karena saking banyaknya dia akan menjadi normal, jadi ingat saja ketika sesuatu yang banyak terjadi dan terus menerus berulang dia akan menjadi umum dan biasa-biasa saja. Dan harus diingat Alayers itu tidak mengenal ruang dan batas, semua manusia bisa terjangkiti baik di berada pada borders kita (Lokal) maupun interlokal (alayers internasional), jadi bule juga bisa lebay binalay, kenapa?? wong mereka juga victims. Coba hitung berapa banyak kata2 bijak yang keluarkan setiap hari oleh kaum muda ini yang mungkin mereka sendiri tidak mengerti apa yang mereka bilang, jikapun mengerti ya hanya untuk kepuasan "like" saja dan tidak terjadi dalam dunia nyata. Coba hitung berapa banyak penulisan statusnya yang kemudian di balas oleh orang yg tidak dikenal kemudian seolah-olah dia mengetahui segala sesuatunya tentang anda, menggurui anda dengan kata-katanya yang dipaksakannya menjadi sesuatu yang universal. What the hell. Kita pasti tidak akan bisa menghitungnya karena telah menjadi umum. Apa yang parah dari kepintaran-kepintaran semu ini, orang2 yg seolah2 bijak tadi sebenarnya memblock mental mereka untuk belajar dan terus mencari tahu ibaratnya tidak lagi mau mengakui kekurangannya sampai muncul block mental "i'm perfect", apalah artinya ini yaitu terbentuknya kepribadian hibrid ini betul-betul melemahkan dan mempertahankan status-quo kebodohan kita, ya semampunya hanya disitu ya hanya disitu.





Konsumsi Simulasi halusinogen selanjutnya sebutlah kepribadian "masuulin" atau narasi-narasi yang dibuat-buat lainnya. Ternyata dunia virtual ini memperbanyak dan memproduksi kekerasan. Ambillah contoh salah seorang supporter beberapa waktu lalu tertangkap karena dia memposting status kepuasan setelah menganiyaya sampai tewas seseorang yang diduga supporter lawannya. Apa coba yang ingin didapat dari ini semua, kepuasan imaterial yang sebenarnya tidak ada dalam diri kita tetapi terinjeksi masuk menjadi kesenangan-kesenangan penyakit. Berilah trajektori apabila fenomena kekerasan ini di Amini oleh semua golongan profesi "tau rasa loe" "mampus kau" "anjrit" dsbnya, sang aparat keamanan sangat bangga ketika habis memukuli yang dianggap "pelaku", siswa pada hobi membentuk blok2 kekuatan dan saling serang di FB, para krucil2 membuat geng motor menghabisi geng motor yang lain. Dan ingat hal ini pertama bukan terjadi atas kolektif identitas anda di dunia nyata tetapi aktivitas kita di dunia virtual yang menstimulasikan gerakan-gerakan selanjutnya. Atau lebih mudahnya anda menghayal apa yang anda akan kerja dan apa yang akan anda tulis di dunia maya/virtual. Para pekerja kantor tak lagi merasa stressnya mereka akibat tensi hidup dan rutinitas yang begitu tinggi diakibatkan karena sesuatu diluar mereka (bagaimana logika capital  memperlakukan mereka seperti benda/komoditas/barang) tetapi fokus mereka teralihkan kepada hanya bagaimana mereka meluapkan (sublimasikan) stress mereka pada kanal yang tepat (dunia virtual). Tentu anda semua pada mengerti siapa yang paling diuntungkan oleh massa (buruh,karyawan,kantor) yang pasif ini, yang menikmati penderitaannya dan kembali ke konsepsi sabar. Kemiskinan dengan jawaban sabar, ini sesuatu yang luar biasa. Mengalahkan titah Tuhan "Tidak berubah nasib suatu kaum, kecuali kaum tersebut merubah nasibnya sendiri (berusaha)". Tidak lagi melihat struktur tetapi ayooo sublimasi, maka jangan heran bisnis sublimasi (THM, tempat dugem, narkoba, pil2, party2, billiard, spa, Hotel kelas melati, wisma2, lokalisasi, esek2 dan bisnis lendir lainnya) tumbuh dengan suburnya di tengah masyarakat2 yang mempunyai intensitas sirkulasi hidup dengan kecepatan yang tinggi. Hal yang sama pula dengan naiknya angka perselingkuhan, WIL, PIL, perceraian, KDRT dsbnya... karena Anda Hanya butuh Sublimasi, tempat halusinasi kesenangan.





Mohon maaf jika banyak salah kata saya, hanya mencoba mengurai sedikti tentang apa yang terjadi dengan "kita" sekarang ini. Apakah teknologi, internet dan sebagainya merupakan suatu kemajuan ?? selain hal2 yang bersifat ekonomisme sentrik (profitable, efisien, efektifitas dll), saya rasa itu hanya membuat kemunduran untuk manusia. Tiba masa nanti dimana anda sangat rindu bermain Layangan dan menulis secarik surat buat seseorang yang anda sayangi, karena Romantisme hanya muncul dalam dunia nyata yang manual.











Teringat sebuah iklan disecarik kertas kecil di bawah lampu merah bertuliskan "terlambat Haid ?? hubungi no.xxxxx"  






"Ya Tuhan, Selamatkanlah Kami"

about Venezuela election

about Venezuela election
 
- 19 million registered voters


 
- 99.000 venezuelans abroad are eligible to vote

 
- 39.322 ballot boxes, 13.810 polling stations

 
- Voting is scheduled to begin 6:00 am - 6pm , add time 9pm (local time)

 
- KPU venezuela namax CNE

 
- monitoring national n intl observers, a mission of UNASUR
- Digital thumbprint devices will be used to prevent multiple ballots

 
- one-round system (the largest the winner)

 
- president for 6 years (jan 2013-jan 2019)

 
- 7 candidates (Chavez,Capriles, Reina Sequera, Maria Bolivar, Y.A Chirinos, L.Reyes, O.Chirino)

 
- 2 Kandidat terkuat Chavez dari United Socialist Party of Venezuela (PSU), Capriles dari Coalition for Democratic Unity

Venezuela high political tensions.. sekitar 4 jam lagi pemilihan dimulai..

 
Seruuuu....







Akhirnya Chavez menang ..hehehe mantepp

from Abcnews
In Sunday's election however, Chávez got 54 percent of the vote, while Capriles secured 45 percent. The victory margin for Chávez, was smaller than what he had attained in previous elections, in which he had defeated his opponents by 15 points or more.