alam jagat raya merupakan sesuatu yang teratur, tidak ada satupun dari pergerakannya yang tidak dalam keadaan tidak konstan dan rapi. Tidak pernah matahari, bulan dan satelit2 planet bergerak dengan jadwal yang salah. Jika di bumi hanya mengenal siang dan malam dengan pembagian 24 jam, di planet lain yang memiliki kondisi berdasarkan banyak satelit yang mengorbit. Tetapi satu persamaan, semua teratur.
Dikotomi biner ala jagat raya, menciptakan pembedaan ataupun persamaan-persamaan secara berpasang-pasangan. Anatomi tubuh pun secara empiris menandakan berpasangnya mayoritas dirinya. Newtonian ataupun apapun namanya hanyalah sebuah penamaan untuk sebuah fenomena yang telah ada sebelum penemunya lahir. Dia terus bergerak, sama, teratur dan terunifikasi.
Jika kategori biner ini untuk pembedaan maka ia menghasilkan dua hal yang saling ada menutupi, melengkapi dan berlawanan. Pilihanpun terasa sedikit karena hanya beropsi satu dari lawannya. Apa yang terabstraksi yaitu magnitude dua kutub.
Lalu apa yang terjadi pada manusia dan sosial,
secara lebih personal dengan preposisi pilihan satu, bahwa selalu konstan pemenuhan dan daya magnit bagi seseorang hanya untuk seseorang. Alam telah menutup pilihan adanya dua pilihan atau lebih untuk mengisi void/kekosongan seseorang. Tak ada jalan untuk mengisinya dengan bilangan selain satu dan tak mungkin ia di kelabui. Jikapun dikelabui hanya permukaan yang menampilkan riak-riaknya dengan kedangkalan sangat rendah dan mengenaskan.
Lalu bagaimana ketika lepas, pergi ataupun sesuatu terjadi. Jelas pincang. Usaha untuk menghadirkan yang lain harus dengan menutup katub yang lama dengan energik sesuatu yang baru. Tapi bagaimana jika sesuatu yang baru justru melumpuhkan?. Tentu pincang, tidak ada jalan keluar.
Tulisan inipun terasa menjijikkan ketika abstraksi perasaan di saat kekacauan dunia sedang melanda. Keadaan Mesir dan Suriah, Palestina, dan sebagainya dimana setiap orang sedang dalam mara bahaya selalu mengintai, malaikat maut tampak sibuk dan harapan hidup semakin menipis. Tapi kejadian serupa pun tak kalah pedisnya ketika satu dari keteraturan menemui orbit dan waktunya. Seorang anak yang kehilangan orang tuanya dan sebaliknya, seorang suami yang kehilangan istri dan sebaliknya, seorang dambaan hati kehilangan dambaan hatinya dan seterusnya. Ataupun seseorang yang takut melangkah karena proyeksinya akan keteraturan dimana ia mendapati dirinya secara teratur tidak akan melangkah jauh untuk sesuatu yang baru. Tak ada ruang berkeluh kesah dengan satu yang pasti. Macet dan buntu....
jogja,
2 AM, welcoming 1st September 2013
Este blog: " la participación de Conscientizaco contra la construcción social " Hati-hati ilusi - delusi ....
Mari Nge-Laut
Berapa hari lalu tepatnya tanggal 11 Agustus (beberapa hari
setelah idul fitri) saya berencana untuk
kembali ke jogja secepat mungkin mengerjakan yang bisa dikerjakan. Berhubung
masih dalam rangkaian H+, jalur
transportasi di semua lini sedang lucu-lucunya (baca:padat) dan inflasi harga
tiket terjadi dimana-mana. Menyesuaikan budget yang telah dikumpulkan selama
kurang lebih satu bulan, tertutup harapan untuk terbang ke pulau jawa. Jalur
laut adalah pilihannya, yang biasanya waktu tempuh 1 jam lebih kini akan lebih
dari 24 jam.
Melihat jadwal di Pelni…ahaaa ada KM. Tidar siap ke Surabaya
tanggal segitu. KM Tidar ini menurut
salah satu teman bernama Laode merupakan neneknya kapal laut karena dia masih
ingat waktu pertama kali tiket kapal laut keluar sudah bergambar Tidar. Secara
meyakinkan, kapal ini tua.
Tapi tidak ada pilihan kapal laut lain, pikirku mesin kapal
yang selalu terpakai kan staminanya bagus meskipun bodynya reot-reot, ini juga
sebagai peringatan supaya organ manusia dipergunakan sesering mungkin jangan sampai
tumpul…hahaaaaa
Next, tanggal 11 agustus pukul 11:30 berpamitan kepada semua
keluarga, meski kaki ini melangkah berat karena baru berapa hari setelah idul
fitri demi sesuatu yang belum pasti harus di usahakan tetap strong. Membeli
tiket di travel depan pelabuhan Makassar (soekarno) dimana petugas travelnya
mengatakan 30 menit lagi berangkat (12:30) …. berlari-lari menuju Kapal itu
dengan harapan tidak ketinggalan ternyata ehh ternyata kapal nya baru berangkat
jam 15:00… puftttt #_#
Setelah sekian lama baru lagi naik kapal, inilah moda
transportasi yang menghubungkan dunia sejak dahulu kala dan sekarang mengalami
kemorosotan akibat persaingan si besi terbang (baca: pesawat) dimana yang
menaikinya seakan-akan telah mengangkat satu level hidupnya (prestise). What a ridiculous
mind….ckckkk
Seperti fenomena umum…penumpang lagi lucu-lucunya
(baca:banyak) seiring momentum H + tersebut. Cari-cari tempat u/ bisa
meletakkan barang dengan aman, naik dek satu turun dek yang lain wah kayaknya
sudah full, akhirnya menuju dek paling atas u/ penumpang di posisi belakang
(dekat musholla). Pikirku meskipun disini banyak angin (masuk angin itu sudah
pasti) setidaknya barang2 aman karena dekat musholla dan jika di ijinkan nanti
langsung masuk tidur di musholla. Dengan gelaran karung seharga Rp.5 ribu menjadi
tikar tempat menaruh barang…. excited kali ini berganti dengan rasa was-was.
Jangan2 ada pencopet dan sebagainya…akhh kacauuu..
Tiba-tiba 2 pemuda mendatangi tempat dudukku, satu brewokan
dan berbadan besar dan satunya lagi semi klimis2. Pikirku inilah preman kapal
siap2 berkelahi klo begini… dan beberapa saat kemudian si brewok berkata “kita ….toh,
yang sekolah di SMP 3 makassar dulu, masih nu ingatja..teman kelasmu”….astaga pria
ini teman SMP ku ternyata. Sosok yang agak lupa2 ingat (maklum saya pelupa)
karena sudah 13 tahun nda ketemu… akhirnya terselamatkanlah saya for being
lonely di kapal dengan rasa was-was sepanjang perjalanan. Terselamatkan juga
apabila muntah2 mabok laut, barang2 bisa di tinggalkan dengan aman. Selanjutnya
saya bergabung dengan teman2nya…yang berprofesi sebagai tukang ahli las, konstruksi
dll dalam rangka kerja di Jepara.
Angin yang kencang membuat masuk angin, akhrinya teman berinisiatif
mencari tempat tidur di dek jikalau masih ada. Dan sekali lagi God shows
miracle…eh ada beberapa tempat tidur yang kosong ternyata. Alhamdulillah yah…sesuatu.
Pemandangan di kapal, kita bisa menyaksikan realitas kelas
sosial dan kemiskinan disini. Tampak beberapa orang yang ingin mengadu nasib di
pulau orang, bergerombol bersama komunitas asal sedaerah. Ada juga yang membawa
anak-anaknya sudah tidak lagi karuan karena mabok laut, sudah sakit dan
sebagainya. Fasilitas WC yang seadanya, di berbagai bagian kapal bau pesing,
makanan pembagian dengan menu yang sangat minim. Ada juga beberapa orang yang makan di dekat pantry
yang disamping terdapat tumpukan sampah. Dan macam-macam sebagainya, kekumuhan
dan kemiskinan yang tidak akan anda dapatkan jika anda naik pesawat. Tetapi
diserba minimnya apa-apa para crews kapal berusaha menunjukkan yang terbaik
(the best what they got).
ada juga pasangan suami istri yang mengaku anaknya yang usia
baru 2 minggu lahir di kapal ini sewaktu trip yang lalu. Betul-betul perjuangan
yang luar biasa bagi 2 insan yang membina keluarga dari bawah, menjaga anak
dengan sepenuh hati meskipun kondisi merekapun payah. Salut dan keheranan yang
luar biasa pada cerita-cerita kecil seperti ini.
Ada juga bapak yang dari daerah papua, sudah 1 minggu lebih
diatas kapal ini dan sebentar lagi turun di tanjung perak Surabaya, pelabuhan
tujuan saya juga. Perawakannya kekar dan seperti tentara terlatih tetapi dari
ceritanya terdapat kerapuhan-kerapuhan hidup yang berusaha diatasinya dengan
tidak patah semangat dan rajin. Sekali lagi salut yang luar biasa pada
cerita-cerita seperti ini.
Dan masih banyak cerita lain yang saya dengarkan dari
orang-orang di atas kapal ini. Tampak mereka senang sekali mendapatkan teman
bercerita. Mungkin selama ini mereka terlalu sibuk dengan aktivitas permukaan
yang menyita banyak sekali waktu sehingga tidak ada tempat untuk merefleksikan
dan bersedih. Mungkin bagi orang lain mereka kecil dan terkadang sampah, tapi
bagi saya suatu kisah luar biasa.
Sekali-kali…kawan ayoo melaut..
saksikan Indonesia dari sudut yang berbeda
saksikan Indonesia dari sudut yang berbeda
dan anda harus kuat,
melihat betapa kacaunya dan salah urusnya negara ini….
begitu banyak mereka menanggung dosa yang mereka tidak perbuat...
Jogja 15 August 2013
The Ramadhan Economic Beauty in Indonesia (Economic Re-Configuration)
The Ramadhan Economic
Beauty in Indonesia (Economic Re-Configuration)
Ramadhan has its own beauties and
we have to admit that. The beauties are existing in all level (individual,
family, society, city, state) (cultural, economic, social and politic), all of
these makes social and economical piety from the religious tendency. From many
examples, we may take several like the family cohesion (when parents miss their
sons and daughters vice versa and the trajectory is the back to home or a place
called home or back to village phenomenon in the concept of togetherness and
family affection).
Here, Ramadhan describes as the
space that contains geographical and time dimension or in the other words
consisting of spatio-temporal dimension. The context and implementation of
Islamic values embedded in Ramadhan as the space. The religious piety increases
during the space and the continuum phenomenon decreased when the Ramadhan as
the space-time ended. That is the common cycles.
In 12 month a year, 1 month significantly
change the normal order or common pattern. That 1 month gives a new breath,
illustrating as the pause system that pausing the regular uncontrolled system.
The month reveals the alternatives of the way of life as well as reconfiguration
of daily order. We can portray the Ramadhan and its phenomenon from different
side of angles (social, economic, political or in technology affected people as
the contemporary phenomenon).
The reconfiguration as I stated
above that occurs in all level. In the media, for example, we may see the
frustrating programmers to choose when they have to put their prime/peak time.
In normal months, the prime time scheduled in family time about 7pm – 10 pm,
but now they have to change all the scheduled into several time (when before break
the fasting, after tarwih and before sahur) and all of these in limited time.
Moreover, after their hard efforts to reschedule, only a few muslim pay much attention
to the television programs. In majority muslim populated country, we might say
they failure to get significant market.
From this phenomenon, if we saw from different angle we got the result
people more productive in time by reducing time spending on watch the TV shows.
Or in the other words, the time spending
used more appropriate than ordinary month. The discipline of time and
rescheduled daily life.
The television programs also try
to be as religious as they can in order to sharp public perceptions. The
another frustration also occurred in artists performances, their western
behavior and attitude perforce transformed into muslim or muslimah values which
is contrast to their daily normal habit (against personality). And for
politician and key person of government who also not get much attention in
Ramadhan is trying to appear in public before break the fasting time as good
religious muslim-muslimah images and their wives collaborating into group with
a minimum natural talent of singing and acting show after that with the new
model of hijab and the display of their jewelry, a narcissism symptoms. The bad
men/women turn into a good holy religious men/women instantly, as the Ibn
Khaldun satire “corrupt humors in the bodies of domestic animals” (Khaldun 1958
)
.
Economic reconfiguration
Avoiding the social phenomenon repetition
annually from Ustads statements in tarwih like earlier 1/3 month the mosque
full, the last 1/3 month the Mall/fashion shop full, here we go fast forward to
the economic matters. My attention here to focus the mobility, the circulation
(quantity, direction and velocity) of money or in the other illustrating is the
new economic sequences from mainstream condition. Here I am not supposed to write what the ideal
is, or what the best concept to implement but only capture what phenomenon that
occurring during the extraordinary month called ramadhan.
The amount of money circulation
categorized into geographical spaces. The capital, big cities and regencies.
The biggest percentage of money circulates in capital Jakarta and its support
area and this called nationally or core or Centrum in terms of archipelagic
administrative. The big money
circulation only exists in its certain class of people (the big businessmen and
their industries (manufacturing, services and so on), the national elites
(government, state apparatus, politician) or in group circulates inside the
middle – upper class of society. In regencies also have a same pattern the
money only circulated in same group or class in society. The class is the agglomeration
mode to recognize easily the money owners among society.
But the big amount of money
circulation does not guarantee the welfare of people because like I stated
above only occurred in certain class. What effects if big amount of money only
operates in certain class especially inside the businesspersons or other rich
persons with various occupations. The effects are the forming of the scheme of
saving, property accumulation and the transformation of money into capital in
the solid-fixed canals. In Jakarta or big cities, they inject their capital
into several investments like banking and banking offers credits or in market
stocks, currency trading or other business based on speculation. Thus becomes middle
– upper business cycles model.
Middle class based on industrial
workers mostly consume for the properties and sublime services supporting urban
life style. So until here, we found a portrait of money mobility and direction,
the upper class to the executive services and properties and so on, the middle
class routes their money to the second executive services and properties. Therefore,
the mobility and direction of money become the problems in order to make all
society welfare or poverty reduction.
Ramadhan and its economic sequences
THR
We always hear about the THR
(Tunjangan Hari Raya), this thing is the important for the workers. In normal
month (outside Ramadhan) the THR rarely gave from its company/institutions to
the workers. In Ramadhan space the THR
becomes obligation. This is not the commitment of businesspersons pattern but
the vertical instructional from state because the Ramadhan. After 11 months
over exploitation and absorbing the surplus value from its worker, one month
(Ramadhan) pushes the obligation to give the workers extra paid. This is the
sequences, differ from 11 months of the uncontrolled system.
Small Scale Economic
From micro economic phenomenon, Ramadhan
opens widely job opportunities to catch up in economic as the small seller or other
small-scale services. In normal time and sequences the economic patterns are
monopolistic and oligopolistic (only in a few number of economic players).
We cannot see this phenomenon outside the
Ramadhan when the people from lower class feel energetic to the economic chances.
Thus also supported by the daily
reconfiguration (time managing or time order) that the fasting person only
consumes when the fasting break time. In commonly, Indonesia as geographical
economical modes provided raw materials and were at the same time market for
industrial product but in Ramadhan the economic spirit is neither based on
natural exploitation nor industrial products. The economic spirit comes from
below from small scale economic to fulfill basic needs not tertiary one.
Meanwhile the sublime services
like hotel occupancy and other “services” are lower than other months. That
means quantity of money in the hand of middle – upper who always route their
money in the sublime services (salon, travelling, hotel, karaoke, cinema and so
on) can be transformed into small scale economic (culinary, cakes and so on). And
for small food economic there is no speculation inside the business, we never
found that the dadar from earlier price Rp.1500 offering by seller down to
Rp.1000 as the buyer bidding.
Illustrating the quantity of
money, The state budget is Rp.1500 Triliun. When this budget flows into various
programs the quantitive of money is not reduced or lost but only the
differences of dispersion of the money owners (where the money circulating).
The bank saving also decreased.
People significantly take their deposits especially nearly the ramadhan ended.
This illustrating that motives in saving such as money accumulation can be circulated
into the consumption based on small-scale economic activities and direct to the other e.g bring money to
the villages but banking.
In Bogor, the money transaction
of the Takjil reached Rp.600 juta/night (muslimdaily.net). Bank Indonesia
provided Rp.103 T cash money during Ramadhan and Idul Fitri 2013 increased 20%
than previous year. The BI estimation around Jakarta cash money absorbing until
Rp. 31 Triliun, Rp. 20 Triliun for Eastern Indonesia and Rp. 50 Triliun for
western Indonesia (Neraca 2013). In
Palembang estimated Rp.2.2 Triliun circulated during ramadhan (sumateraupdate
2013). In east Jawa estimated Rp.11,9 T, in Surabaya particularly reach Rp.3,6 T
(RRI 2013). In SULAMPAPUA BI estimated Rp.4 T, in south Sulawesi particulary
reach R.p.2.5 Triliun (rakyatsulsel 2013). We must consider that not only the currency
quantitatively but also the velocity. Velocity is important to rate money in
circulation is used for purchasing goods
and services.
Mudik
The mudik phenomenon or back to
village/hometown described the money mobility from urban to suburban and rurals. The
“pemudik” person who back to his/her hometown brings some amount of money to their
villages. Therefore, the ramadhan is not only giving the new breath to the city
(from crowded, stressful to peaceful) but also transferred money circulation
from big cities to the villages. As the consequences brightening the village
up. If we illustrating the world as city-village, in this economic term we get
remittances as the source of state devizen or foreign exchange that support
economic.
Zakat
Islam principles : avoidance of riba (in the board
sense of unjustified increase) and gharar (uncertainity, risk,speculation). In
Islamic financed consist of risk sharing
, promotion of economic and social development through zakat (almsgiving) (Warde 2000). Zakat is obligation for moslem who has
capability and ability to do that.
Indonesia uses mainstream economic model
(capitalism finance model) that contains riba (something prohibited in Islam)
model. Zakat obliged the people to sharing their material happiness to others.
Thus can be seen as poverty reduction scheme because only the Ramadhan forced
people to think their rich condition must be shared to other. In Ramadhan we
can easily see the philanthropist action and generosity from rich people to the
poor. In Ramadhan, the poor placed as the important persons that must be helped
by the rich people. Zakat, sadeqah, infaq and other schemes provide that aims. It
illustrated the money circulation and direction increase significantly form up
to lower. As I stated above the 11 ordinary months, money only flows upper-to-upper
and middle to middle. This sequences give the example the social economic
development that individualism reduced into collectivism.
The
Contemplation
The Quran puts the definitive indicators “prayer
focus, avoiding the unimportance action and statement, fulfill zakat and
protect from self desire” (QS 23:2-6). The examples that I mentioned above sketch the
patterns of economic configuration in Ramadhan beauty. The vertical and horizontal relation. Ramadhan expelled people from economic,
social, political daily barbarism. The daily sin as the unproductive activities
significantly reduced and the results are the new sequences of life that support
and embrace all people. Ramadhan is a pause system.
for some mainstream economics, the Ramadhan only
the particular one In term of the change of micro economic behavior. And maybe
it is the trivial from the profound, no break new ground, no new. Maybe the
people are fewer enthusiasts to portray the micro economic phenomenon but I
treat it with enthusiasm. When we start from realities then concluded the
thesis obtains the minimum discrepancy from models and realities, from theorem
and what we saw
sFrom the horizontal is strengthening everything (human relations,
family cohesion and so on). From the
vertical dimension, Ramadhan appears as the self reflection mode. Despotic people, self correction by self blaming, the dialectical inside person feeling and
mind in correlation to the vertical contemplation to the God, the annual self
success measurement, all of these occur in the vertical dialectical. The
contemplation from human to the creator of all living and things.
It is not about islam and the spirit of capitalism
but the way of Islam as the alternatives of the capitalism dryness system. The
capitalism has been dehumanizing people by individual motives as if the human life forever. Islam answered it
that the world efforts are contemporary; it is only preparation for the eternal
after life.
The Takbir has been filling the air, may Allah
bless us.
Minal Aidzin Wal Faidzin, Sorry for all mistaken I
have done.
Makassar, 7 August 2013
REFFERENCES
Khaldun, Abd Ar Rahman bin Muhammed ibn. The
Muqaddimah trans. Franz Rosenthal. New York: Princenton , 1958 .
Warde, Ibrahim. Islamic
Finance in the Global Economu. edinburgh: edinburgh university press, 2000.
Sepekan Berpuasa di Boalemo
Sepekan Berpuasa di
Boalemo
Semenjak
hari senin lalu (14 Juli 2013) penulis ditugaskan ke suatu daerah di provinsi
Gorontalo. Kabupaten itu bernama Boalemo. Profil singkat Boalemo yaitu secara
letak geografis berada di 00 23’ 55’’- 00 55’ 38’’ LU dan 1220 01’ 12’’-1220
39’ 17’ LS dengan luas 2.362 km2 . Secara
administratif kabupaten ini terdiri dari 7 kecamatan yaitu Mananggu, Tilamuta,
Botumoito, Dulupi, Paguyaman dan Paguyaman Pantai, Paguyaman Wonosari. Kecamatan yang terakhir disebut sama halnya
kecamatan di daerah lain yang merupakan program pemerintah di bidang
transmigrasi dengan suku mayor Jawa.
Etnis
yang mendiami daerah ini yaitu Gorontalo, minahasa, arab, sangihe talaud,
Lombok, Bali, dan Bajo yang pemukimannya menjorok ke laut atau bisa dikatakan
diatas laut serta Bugis Makassar.
Kabupaten ini berbatasan sebelah utara dengan kabupaten Gorontalo utara,
timur dengan kabupaten Gorontalo, selatan dengan teluk tomini, barat dengan
kabupaten Pohuwotu. Selama penulis di lokasi, penulis bertempat tinggal di desa
modelomo.
Penulis
berangkat dari Makassar tanggal 22 Juli 2013 pukul 2pm dan tiba di Bandara
Jalaluddin gorontalo sekitar 3.15pm dengan cuaca kurang bersahabat “-_-!!
(selama di pesawat tak henti-hentinya doa dikumandangkan dalam jiwa seiring
lampu fasten your seatbelt tak kunjung padam). Sesampainya di depan bandara
nyambung bentor sampai ke isimu, dan dari Isimu naik avanza/mobil angkutan
sekitar jam 4 sore sampai ke boalemo sekitar jam 7:15. Pada hari itu penulis
berbuka di jalan. Sesampai di boalemo, seperti biasa kondisi in the middle of
nowhere kembali terjadi, kehilangan pengetahuan arah dan geografis. tetapi
dengan keramahan penduduk dan kesabaran pak bentor semua hal teratasi terlebih
pada pihak-pihak penolong lainnya.
Ke esokan
harinya,,,,
hari pertama ..pas bangun..ehh sudah solat subuh jadi tdk sahur -_-"
berkeliling
di ibukota kabupaten ini tidak sulit, cukup menyewa bentor yang jumlahnya
mencukupi sebagai sarana transportasi publik yang utama. Pa’bentornya pun cukup
ramah dengan dialek gorontalo akan mengantarkan anda di lokasi-lokasi tujuan
anda. Dari percakapan dengan sopir bentor mereka kategorikan usaha bentor dalam
dua kategori yaitu pemilik dengan kontrak. Pemilik mengeluarkan motor seperti
dengan mekanisme kredit motor mereka sementara sistem kontrakan biasanya proses
setoran kepada juragan per hari kisaran Rp.20-30 ribu. Para pemilik kendaraan
bermotor yang ingin menyulap kendaraannya menjadi bentor harus merogoh kocek
sekitar 4 juta rupiah.
Saat
berbuka puasa selain penulis membeli ta’jil sendiri, penulis mengakrabkan diri
dengan lingkungan sekitar dengan buka puasa bersama di mesjid alih alih buka
puasa gratis heheee. Khas dari daerah ini setiap mesjid yang menyediakan ta’jil
biasanya si penyumbang kue/makanan/minuman berasal dari satu keluarga. Ini
berbeda di kota yang biasanya penyelenggara terdiri dari beberapa rumah tangga.
Demikian, setiap pengurus mesjid memanggil warga untuk berbuka bersama di
mesjid, pengurus menyebutkan nama keluarga yang menjadi “donor” hari itu secara
jelas.
Dari
segi menu buka puasa hal yang menjadi ciri khas tersendiri yaitu adanya menu
bubur dengan cairan sop sedikit dan potongan ayam yang hampir tidak kelihatan
heheheee disamping air putih,teh dan kue. Disini kita sebut saja bubur heheee.
Hal ini sma dengan karkteristik daerah lain di Gorontalo. Ketika lafaz berbuka
dikumandangkan kebiasaan urutan untuk menyantapnya yaitu air putih-teh, bubur
dan 3 potong kue. Tetapi anda harus cepat, tangkas dan lincah karena muazzin
tidak terlalu lama membiarkan jamaah kesenangan dengan santapannya dengan
mengumandangkan azan yang bertanda proses buka puasa telah selesai. Tetapi
apabila anda tergolong slow motion anda dapat membungkus kue sisa anda karena
kantong plastic kecil tersedia dipiring kue tersebut dan anda juga dapat
membungkus kue sisa orang lain jika tidak malu…heheheee.
Pertamanya
penulis kaget karena begitu banyak karakter muka mirip arab, setelah
bicara-bicara dengan beberapa orang memang persebaran keturunan Arab menjadi
salah satu suku di daerah Gorontalo. Di
mesjid penulispun begitu banyak model berpakaian arab lengkap dengan
janggut-janggutnya.
Disini
harmoni rasial berjalan relatif baik dan indah, pagar-pagar rumahpun tidak
terlalu tinggi bahkan secara formalitas saja adanya pagar. Seperti kabupaten
peri-peri, kota inipun cepat sepi apalagi jika hujan mengguyuri. Pada suatu
hari hujan, mati lampu, nyamuk lumayan dan sebelumnya terdapat drama tuduhan
rekayasa perasaan oleh seseorang heheee. Tapi untuk fenomena yang terakhir
disebutkan itu kita skip saja anggap tidak pernah terjadi heheeee.
Ada
juga bangunan yang unik ketika ramadhan memasuki masanya, masyarakat membuat
suatu bangunan kecil menyerupai pos kamling tetapi dengan tiang yang tinggi.
Kemudian tempat tersebut di hiasi oleh pernak pernik dan speaker kecil serta
lampu. Orang-orang mempergunakannya sebagai tempat berkumpul, bermain kartu dan
sebagainya dan menurut warga sekitar dipergunakan untuk meramaikan datangnya
hari idul fitri. Bangunan tersebut bukanlah hanya di boalemo sendiri, sepanjang
perjalanan penulis dari boalemo ke gorontalo di berbagai daerah terdapat
bangunan serupa tetapi dengan kuantitas yang berbeda.
Untuk makanan, para pelancong kota ini dapat
menikmati sajian makanan dengan komposisi seafood
yang dominan dan terutama penulis melihat daerah gorontalo banyak sekali
memakai minyak kelapa berlebih pada makanan mereka. Untuk di daerah ini,
makanan relative tidak murah kisaran diatas Rp.20 ribu per sekali makan. Hal
ini dimengerti dari teori ekonomi yaitu kondisi supply dan demand keduanya
berposisi rendah, jadi ketika ada tamu/visitors yang datang maka hargapun
tertahan pada posisi tidak murah tersebut.
Potensi
objek wisata di daerah ini antar lain suaka margasatwa Hutan Nantu seluas
31.000 ha yang dihuni oleh beragam flora dan fauna seperti Anoa (Babulus
Depressicornis), babi rusa (babyroussa), monyet Sulawesi (macaca Heckii),
tarsius (tarsius spectrum), 90 spesies burung dan sebagainya. Jika anda tidak
percaya beraneka ragamnya fauna disana anda silahkan mengeceknya sendiri :p. Untuk
menuju hutan ini anda dapat melakukan wisata outbound dengan pertama kali
menggunakan perahu menyusuri sungai paguyaman selama 2,5 jam dan anda akan
menikmati sensasi ala Jurassic park.
Potensi
selanjutnya adalah pantai bolihutuo, pantai berpasir putih ini merupakan pantai
perawan yang belum dijamah. Keasli dan keasrian alamnya membuat anda seakan
berada di paradise :D terutama ketika menikmati sunset. menurut kadis
pariwisata kabupaten ini ketika penulis mengadakan interview lokasi ini menjadi
primadona pengembangan pariwisata kedepannya. Wisata bawah laut pun juga cukup
eksotis terdapat lima diving spot andalan dimana terdapat biota Salvador delli
yang hanya ditemukan di wilayah laut kabupaten boalemo. Sayangnya di beberapa
tempat terumbu karang mengalami kerusakan akibat destructive fishing yang banyak di alamatkan oleh aktivitas laut
suku bajo.
Kemudian
potensi wisata airterjun Ayuhalalo di desa Ayuhalalo kecamatan tilamuta, air
terjun tenilo di kecamatan dulupi. Kemudian
terdapat danau teratai yang banyak di tumbuhi tertai di kecematan mananggu.
Kemudian objek wista Pulau yaitu Limbatihu kec.paguyaman, pulau Asiangi dan
pulau MOhupomba, pulau pasir putih (pulau yang akan terlihat jika air surut),
pulau monduli. Serta objek wisata kultur dan religi yang tersebar di berbagai
tempat seperti makam sultan hurudji dengan nama lengkap raja Hurudji bin idrus
andi mappanyukki (raja pertma boalemo yang dinobatkan tahun 1607), dari namanya
kita mengetahui adanya garis keturunan dari mappanyukki dan makam Pelehu (makam
syekh maulana malik Ibrahim Asmoro) di desa Girisa kec.paguyaman
Perputaran
ekonomi di wilayah ini tidak tergolong besar, apalagi semenjak kabupaten yang
berada disebelah barat terbentuk setelah pemekaran yaitu Pohuwato yang
beribukota di Rissa. Perputaran uang di Kab.Pohuwato menurut beberapa kesaksian
dan pernyataan orang-orang yang penulis ajak berdialog cukup besar dikarenakan
masuknya aktivitas tambang emas oleh perusahaan asal Korea Selatan. Diantara
orang-orang yang berbicara tersebut menggambarkan pesan mereka menginginkan
perbesaran kuantitas dan sirkulasi uang di daerahnya. Hal ini pula dapat
menjadi magnet perputaran ekonomi daerah lain, akibatnya boalemo sebagai
kabupaten perbatasan tidak menutup kemungkinan akan tertarik oleh medan magnit
tersebut akibatnya aktivitas ekonomi kurang cepat berdinamisasi.
tetapi
menurut pengalaman penulis dalam kaitannya studi industri dan relasinya
terhadap masalah sosial, klaim kesuksesan ekonomi tersebut hanya temporer
sebelum datangnya permasalahan sosial yang dapat merubah struktur dan
karakteristik masyarakat serta membibitkan benih-benih laten konflik. tetapi
hal ini penulis tidak mengutarakan langsung kepada teman bicara penulis sebagai
bagian dari etika menghormati pendapat orang-orang tersebut terutama kondisi
ekonomi serta perbaikan ekonomi yang mereka inginkan.
Overall,
selama penulis di daerah kota IDAMAN tersebut, suatu sosial harmoni secara
kualitas penulis dapat rasakan dengan iklim keramahan masyarakat yang masih
terjaga. Sebagai rekomendasi, untuk menghilangkan penat dari rutinitas kota,
boalemo salah satu destinasi yang dapat merefreshkan anda. Sama dengan yang
penulis rasakan dapat sedikit refreshing dari kekalutan-kekalutan yang ada. Ketakjuban
yang sama oleh orang-orang yang selalu merasakan rakusnya kota. Semoga sosial
harmoni dapat terus terjaga dan tanpa mengenal keterputusan generasi.
Selama
perjalanan baik dari Gorontalo ke boalemo dan sebaliknya, kita dapat menikmati
indahnya bukit-bukit, tetapi jarak beberapa kilometer dari isimu (dekat banda
Jalaluddin Gorontalo) infrastruktur jalan masih dalam perbaikan. Ada suatu
waktu penulis mendapati serombongan warga desa yang menumpang mobil open menuju
kantor pos untuk mengambil paket balsam yang dikucurkan pemerintah. Klaim
pemerintah dari program tersebut untuk menaikkan kuantitas dan sirkulasi uang
cukup menarik bagi mereka dan pada titik ini pemerintah mendapatkan massanya.
Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang begitu ramah kepada
penulis dan memberikan dukungannya selama penulis melakukan kegiatan. Dan
kepada beberapa pihak yang membuat kondisi perasaan penulis
berfluktuatif…heheeee
Boalemo 18
Juli 2013, di suatu penginapan yang sunyi serta mati lampu, pukul 11:45 pm.
di depan patung ikan di tmpat pelelangan ikan boalemo
Subscribe to:
Posts (Atom)