Hei kamu yang jauh disana
berjarak kita subur curiga
berjarak kita angin kencang menerpa
berjarak kita jadi cemohan saja
hei kamu yang Cuma 30 cm dipeta
bukit menghampar laut membentang
berjarak kita ditentang
hei kamu yang disana
tak tahan goncangan nafas bisa terengah-engah
tak tahan tiupan kau bisa mendarat di
hati yang lain
tak tahan godaan kau bisa memilih
yang lebih pasti
seperti takutnya manusia akan
kalkulasinya sendiri
tak apa bagiku itu biasa
sudah sering kulihat bahkan sangat
sering
masing-masing punya luka
yang sulit disembuhkan
tapi apa luka itu tumbuh dan
berkecambah terus
bagai borok yang menggerogoti
yang membuat pohonnya mati lapuk
bagi kaum tua titik pertemuan ini
susah dipercaya
jaman tua menghendaki semua terjadi
disekeliling
dapat diraba, disentuh dan ditarik
jaman yang menghendaki normal itu
kepastian
apa salah sebuah pertemuan yang tidak
normal dan biasa
di dunia yang katanya penuh dengan
kepalsuan
di tengah mirisnya orang melihat
orang lain
dimana kebaikan bisa muncul di
bungkus jauh dari realita
di tengah takluknya manusia di
hadapan gadgetnya masing-masing
saya mau cepat berlari
menujumu yang sedang sepi
menarikmu keluar dari derita
kita bersama menjemput bahagia
seperti cerita plato tapi kali ini
orang goa tidak balik ke goa
dia berlari senang gembira keluar goa
mereka menari-nari di pantai
seakan waktu tak pernah berhenti
apa jadinya dunia yang menghamba uang
ini
dengan alat tukar itu manusia
dihargai
bukan lagi sebagaimana dirinya
memperlakukan yang lain
dan seisi masyarakat tunduk pada hukum
jumawa itu
coba lihat sekeliling
begitu banyak manusia yang lupa menjadi
manusia
tertunduk lemah dihadapan teknologi
tertunduk lemah dihadapan materi
tertunduk lemah di persoalan harga
diri yang dibuat-buat
tertunduk lemah dihadapan bayangannya
sendiri
tertunduk lemah di kesadaran palsu
mayoritas
kita dibawah kaki langit yang sama
bersama melihat matahari yang satu
bulan yang satu
bukankah itu cukup menghantarkan
rindu
kuharap kita bisa seperti anak kecil
yang tidak picik melihat sesuatu
menghargai yang ada didepannya
dan pulas tidur setelah bermain
tak ada kepalsuan
dan kepura-puraan
jika nantinya dua anak ini dipisahkan
maghrib
disuruh pulang oleh kedua orang
tuanya
saya meminta izin untuk kembali
ketika saya terpaksa diminta berhenti
dua kaki kecil ini tidak sehebat Adam
mencari Hawa
bergairalah kepada hidupmu
berlarilah…berlarilah
jangan terlalu lama di jalur lambat
hei kau yang jauh disana…..
Jogja. terban 6 April 2014, 9:16 PM
No comments:
Post a Comment