Commentaries On World Trade Report
2007
Secara
essensial hadir dan terbentuknya World Trade Organization ialah menjamin
kelancaran perdagangan, perpindahan arus barang dan komoditas antara
negara-negara di dunia untuk menjamin arus perekonomian terus berjalan. Hal ini
sesuai dengan basis historitas dimana sejarah dunia khususnya pada abad 20
diwarnai berbagai macam ragam peristiwa yang menghambat arus perekonomian
seperti perang dunia I (1914-1918), great
depression dengan trigger U.S stock
market collapse pada oktober 1929 dan di ikuti oleh kolapsenya bank-bank di
Amerika, kebijakan proteksionisme Smooth-Hawley tariff yang memperparah krisis, kebijakan beggar
thy-neighbor, perang dunia ke II (front eropa 1939—1945) dan beberapa
perang lainnya (Vietnam, Korea dan sebagainya), konstalasi perang dingin, stagflasi
1970, krisis minyak 1973, dianggap gagalnya kebijakan Keynesian model, dan beberapa kejadian-kejadian penting lainnya.
Perdagangan
dan arus investasi khususnya di bidang produksi mengalami paradigm shifting dari berbasis mass
production model Fordisme ke fleksibilitas (post-fordisme). Revolusi
teknologi dalam hal ini pengembangan sistem komputerisasi dan jaringan internet
membuat inovasi di berbagai bidang mengalami peningkatan yang signifikan tidak
terkecuali dalam bidang perdagangan (mempertemukan –buyers-sellers, transaksi keuangan dan sebagainya). Semakin tingginya intensitas perdagangan,
semakin banyaknya aktor perdagangan dan industri, munculnya kerjasama
regionalisme tentu seiring dengan
semakin banyaknya kepentingan dan masalah yang harus diregulasikan maka dalam
hal ini peranan WTO sebagai institusi menjadi sentral. Dinamisasi aktor
dapat dimengerti sebagai aktor yang
membawa kepentingan seperti yang
digambarkan oleh Waltz (2001:204) “The clever player will be on the watch for a
chance to increase his gains or cut his losses by cooperating with another”. Posisi
sulit WTO dalam konteks regulasi dan kepentingan tersebut menjadi tantangan
tersendiri, Oatley (2006:40) menyatakan “the WTO will weaken and perhaps in crumble,
when governments no longer believe this is true” tidak hanya itu pressure groups seperti gerakan sosial
anti-WTO seperti protes massif di Seattle 1999 menambah krisis legitimasi WTO. Harapan
Pascal Lamy dalam kerjasama semua pihak dalam memperkuat dan meminimalisir
konflik kepentingan di jelaskan dalam satu kalimat pada pengantar World Trade
Report 2007 “we are further motivated to
ensure we do the necessary to preserve and strengthen this institution and
ensure its continuing contribution in a changing and uncertain world” (2007:vi).
World Trade Report 2007
Table 1 (WTO 2007: 3) menggambarkan data GDP and merchandise trade by region,
2004-06. Data tersebut menunjukkan selama 3 tahun (2004-06) sektor eksport
Amerika Serikat mengalami fluktuasi dimana eksport pada tahun 2005 melemah
0.5% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu
pada 2004 sebesar 8.5%, tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2006
dibandingkan tahun 2005 sebesar 2.5% menjadi 10.5%. Sedangkan untuk sektor
import AS selama tiga tahun tersebut mengalami penurunan, penurunan terbesar
terjadi pada tahun 2005 terhadap tahun 2004 yaitu sebesar 5% dari 11%,
sedangkan pada tahun 2005 import sebesar 5.5% yang berarti hanya turun 0.5 poin
dari tahun sebelumnya. Statistikal menggambarkan eksport – import AS merupakan hal yang positif dalam balance of trade dimana eksport lebih
besar dari import atau terjadinya surplus eksport. Sektor perdagangan barang
sendiri menyumbang 3.4% dari total GDP Amerika Serikat pada tahun 2006.
Masih
pada tabel yang sama, region lain tepatnya Asia data menampilkan tiga negara
pengeksport terbesar yaitu China, Jepang dan India. Pada tahun 2006 eksport China 22%, sedangkan
tahun 2005 sebsar 25%, hal ini berarti terjadi penurunan sebanyak 3 poin.
Import China selama tiga tahun tersebut terbesar pada tahun 2004 yaitu sebanyak
21.5%. Perdagangan barang menyumbangkan 10.7%
terhadap GDP China, hal ini memberi informasi ekonomi politik bahwa
melihat besaran sumbangan perdagangan barang terhadap GDP maka kepentingan
strategis China terhadap perdagangan sangat besar dan berimplikasi pada
strategi kebijakan negaranya untuk mempertahankan sekaligus meninggikan sektor
ini kedepannya.
Lain
halnya dengan Jepang pada tahun 2004 jumlah presentase eksport sebesar 13.5%
tetapi mengalami penurunan sangat tajam pada tahun 2005 dimana total eksport
hanya 5%. Pada tahun 2006 Jepang memperbaiki kekuatan eksportnya dengan
menaikkan 5 poin menjadi 10%. Sedangkan posisi import terjadi sentimen yang
positif dimana total import pada 2005 dan 2006 sama sebesar 2%, mengalami
penurunan signifikan dari tahun 2004 dimana pada tahun tersebut total import
sebesar 16%. Sektor perdagangan barang hanya menyumbang 2.2% terhadap GDP
Jepang. Sedangkan kondisi India tahun 2005 yang terjadinya penurunan eksport
Jepang justru merupakan titik tertinggi bagi total eksport India selama tiga
tahun tersebut yaitu sebesar 20.5%. Hal serupa dengan kondisi import tahun
tersebut merupakan yang tertinggi diantara tiga tahun tersebut sebesar 20.5%.
Kondisi defisit perdagangan terjadi pada tahun 2004 dan 2006 yaitu defisit 0.5%
sedangkan pada tahun 2005 terjadi terjadi in
balance trade dimana total eksport sama
dengan import yaitu sebesar 20.5%. China selama tiga tahun (2004-06) menduduki
negara pengeksport terbesar di bandingkan Jepang dan India begitu juga dengan
kondisi import kecuali tahun 2005 dimana India mengalahkan total import China.
Appendix
table 1 (WTO 2007:11) menunjukkan World
Merchandise Trade By Region And Selected Country, 2006 dalam Billion Dollars dan persentase. Data
tersebut menyebutkan pada Region Amerika Utara, pada tahun 2006 value perdagangan eksport barang negara
Amerika Serikat senilai (billion dollars) 1037 sedangkan value import 1920. Hal ini berarti terjadi trade deficit sebesar 883. Keadaan serupa terjadai pada Meksiko
dimana besaran nilai eksport 250 sedangkan import 268. Keadaan surplus terjadi
pada Kanada dalam tahun yang sama dimana eksport sebesar 388 dan import 357. Region
Amerika Tengah dan Selatan, Brazil sebagai negara dengan pengeksport terbesar
dengan nilai eksport 137. NIlai eksport ini hampir setengah dari total nilai
eksport yang dikumpulkan dari seluruh negara Amerika Selatan dan Tengah yang
berjumlah 289. Brazil sendiri mendapatkan surplus perdagangan karena total
nilai import dibawah nilai eksportnya, nilai import sebesar 88.
Dalam
tabel yang sama dalam region Eropa, Eropa secara keseluruhan menghasilkan nilai
eksport (dalam Billion dollars) sebesar 4957 dan import 5218 pada tahun 2006.
Hal ini berarti secara keseluruhan Eropa mengaami defisit perdagangan barang.
European Union (EU 25) menyumbangkan mayoritas nilai dalam total nilai eksport
Eropa yaitu sebesar 4527 sekaligus pada
sektor import dengan total nilai 4743. Dalam EU 25 sendiri German menduduki
posisi terkuat dalam surplus perdagangan barang dimana menghasilkan nilai
eksport 1112 dan import 910. United Kingdom, France, Italy mendapatkan defisit
perdagangan. Besaran nilai eksport UK 443 sedangkan pada import 601, hal ini
berarti terjadi defisit 158 (billion dollars). Total nilai eksport perdagangan
barang Prancis sejumlah 490 sedangkan
nilai import sebesar 533, yang berarti defisit 43 billion dollars. Nilai
eksport perdagangan barang Italia sebesar 410 sedangkan import 436, berarti
defisit sebesar 26 billion dollars. Pada negara-negara CIS, total nilai eksport
maupun import dari Russian Federation lebih dari separuh total nilai
eksport-import perdagangan (eksport senilai 422- import senilai 278) wilayah
tersebut. Total nilai eksport perdagangan barang Russia pada 2006 sebesar 305
dan nilai import sebesar 164, suatu kondisi yang surplus. Russia sebagai kekuatan
ekonomi sekaligus politik yang kuat di kawasan CIS tersebut, sekaligus aktor
pesaing dari negara-negara Eropa Barat khususnya dalam bidang perdagangan
barang, walaupun persaingan dalam hal ini terjadi dalam nuansa kerjasama
perdagangan.
Region
Afrika mempunyai total (dalam bilion dollars) nilai eksport perdagangan barang
sebesar 361 dan import 290, suatu kondisi yang surplus. Afrika Selatan
menunjukkan diri sebagai negara industri terbesar di kawasan itu dengan
menyumbangkan nilai eksport perdagangan barang sebesar 58 tetapi kondisi import
pada tahun 2006 lebih banyak dari eksport, nilai import sebesar 77. Sedangkan
negara Afrika selain Afrika Selatan menyumbangkan nilai eksport yang bersumber
dari oil sebesar 212. Negara-negara
tersebut yaitu Algeria, Angola,
Cameroon, Chad, Congo, Equatorial Guinea, Gabon, Libya, Nigeria, Sudan.
Sedangkan negara Afrika lainnya yang tidak selaku oil exporters menyumbangkan nilai eksport perdagangan 90, tetapi
negara-negara tersebut mempunyai import yang cukup signifikan yaitu 131. Region
Middle East yang terkenal negara berbasis eksport sumber daya alam mempunyai
nilai eksport perdagangan sebesar 644 dan import senilai 373.
Dalam
tabel yang sama, total nilai eksport (dalam billion dollars) perdagangan barang
sebesar 3276 dan import senilai 3023. Jadi walaupun pertumbuhannya cukup
signifikan tetapi dalam hal total nilai eksport perdagangan barang masih
dibawah EU 25, tetapi mampu melampaui total nilai eksport region Amerika secara
keseluruhan dan terutama Afrika-Timur Tengah. China dalam region ini menempati
posisi tertinggi dalam surplus perdagangan pada tahun 2006 yaitu total nilai
eksport perdagangan barang sebesar 969 dan total nilai import 792. Jepang
menghasilkan total nilai eksport perdagangan barang 647 dan import sebesar 578
suatu kondisi yang surplus. Kondisi berbeda ditunjukkan India walaupun total
nilai eksport sebesar 120 tetapi total nilai import 174, suatu kondisi yang
defisit. Traders yang cukup
diperhitungkan di region ini menurut data yaitu China-Taipei, Hongkong;China,
Republic of Korea dan Singapore. Ke empat negara tersebut menyumbangkan nilai
eksport perdagangan barang sejumlah 844 dan import sebesar 787.
Tabel 2 (WTO 2007:4) menunjukkan
data Real Merchandise Trade Growth By Region tahun 2006. Region Commonwealth of Independent States (CIS)
merupakan region dengan defisit perdagangan tertinggi dibandingkan region
lainnya sekaligus region dengan tingkat import tertinggi dibandingkan region
lainnya yaitu sebesar 20%, defisit terbesar kedua pada region Amerika Selatan
dan Tengah, kemudian Afrika dan Timur Tengah. Kekuatan eksport region CIS hanya
sebesar 3% tetapi presentase tersebut diatas region Amerika Tengah dan Selatan
(sebesar 2%) dan Timur Tengah dan Afrika (sebesar 1%). Hal ini berarti negara-negara
pada regional CIS merupakan negara-negara tujuan eksport yang sangat besar
jumlahnya. Regional Asia merupakan regional dengan jumlah presentase eksport
terbesar dibandingkan regional lainnya yaitu sebesar 13.5% sementara posisi
kedua ditempati region Amerika Utara sebesar 8.5%, kemudian Eropa sebesar 7.5%.
Surplus perdagangan terbesar terjadi pada region Asia (5%) kemudian Amerika
Utara (2%) disusul kemudian oleh Eropa (0.5%). Jika kondisi ini dipertahankan
maka region Asia khususnya China dan India kedepannya menjadi region dengan
negara berbasis eksport dengan bertindak sebagai supplier bagi negara-negara di region yang lain.
Tabel
3 (WTO 2007:5) menunjukkan data Export
Prices Of Selected Primary Products pada tahun 2005 dan 2006. Pada tahun
2005 terlihat fuels menempati presentase
kenaikan export price tertinggi sebesar 37% dibandingkan dengan komoditas
lainnya, kemudian di ikuti oleh minerals
and non-ferrous metals sebesar 26%, komoditas bevereges (coffee, cocoa,
beans and tea) sebesar 18%, komoditas agriculture
and raw materials sebesar 2% dan komoditas food mengalami penurunan sebesar -1%. Pada tahun 2005 jelas
terlihat volatilitas harga komoditas fuels
cukup tinggi yang berarti pada tahun tersebut fuels producer, cartel meraup besaran laba/profit secara
signifikan. Jika kenaikan harga eksport minyak ini dihubungkan dengan inflasi
maka dapat diasumsikan kenaikan harga fuels
tersebut menjadi satu faktor dorongan terjadinya inflasi dan bisa saja
terjadi kenaikan pengangguran, seperti ilustrasi Gregory Mankiw “kenaikan dalam
harga minyak pada tahun 1979,1980,1981 menyebabkan inflasi dua-digit dan
meningkatkan pengangguran” (Mankiw 2000:236).
Pada
tahun yang sama kelesuan terjadi pada komoditas food dengan penurunan export
prices sebesar -1% tentu berakibat tersendiri bagi para pelaku usaha di
bidang komoditas ini. Pada tahun 2006 keadaan berubah, komoditas minerals and non-ferrous metals mencatat
kenaikan export price sebesar 56%.
Hal ini berarti terjadi kenaikan 30% dibandingkan tahun sebelumnya dan sekaligus menjadi trend kenaikan harga eksoprt
tertinggi dibandingkan dengan produk primer lainnya. Fuels
product mengalami presentase penurunan harga eksport dibandingkan tahun
sebelumnya, penurunannya sebesar 20%. Secara spekulatif dapat diasumsikan bahwa
peningkatan harga eksport produk mineral berbanding terbalik dengan harga fuels product meskipun terdapat
faktor-faktor lainnya yang berpengaruh cukup signifikan dalam fluktuasi harga eksport
yang perlu diperhatikan lebih seksama seperti trend supply and demand, kejadian politik dunia dan sebagainya. Akibat terjadinya penurunan harga fuels tersebut maka diasumsikan inflasi
berkurang dan pengangguran dapat menurun jumlahnya.
Pada
tahun 2006 terlihat hal yang positif pada produk agriculture,raw material dan food.
Kenaikan presentase harga eksport pada agriculture,raw
material sebesar 6% dan pada produk food
sebesar 8% dari tahun sebelumnya. Produk beverages pada tahun 2006 justru mengalami penurunan presentase
harga eksport sebesar 12% dari tahun sebelumnya. Kenaikan harga eksport pada
mineral – logam dan raw material tahun
2006 dapat diasumsikan secara sederhana yaitu terstimulasinya kegiatan
industrialisasi dan pembangunan secara fisik di berbagai negara berdasarkan
asumsi kenaikan permintaan atas produk-produk tersebut yang mendorong
terjadinya kenaikan harga eksport.
Dalam
WTO report 2007 memperlihatkan data World
Trade Developments In It Products, 1996-2005 (WTO 2007:16). Data tersebut
menyebutkan pada tahun 2005 dengan nilai perdagangan eksport mencapai $1450
billion, produk-produk Teknologi Informasi menyumbang sejumlah 14% dari total
eksport perdagangan barang dengan demikian melebihi gabungan dari produk agriculture, textile and clothing. Tabel 1 (WTO 2007:6)
menunjukkan bahwa perkembangan ekspansi eksport produk IT lebih cepat dari
eksport produk manufaktur, terutama terjadi pada tahun 1999-2000. Pada tahun
2001-2002 mengalami penurunan sementara manufaktur pada tahun tersebut
mengalami perkembangan yang signifikan dan trend 2003 perkembangan eksoprt
produk manufaktur dan TI meningkat sejalan tentunya dengan total nilai eksport
IT produk lebih dari produk manufaktur. Antara tahun 1996 dan 2005 harga produk
IT meningkat rata-rata 6% setiap tahun sedangkan produk manufaktur lainnya
hanya meningkat 1% setiap tahunnya. Hal ini dapat menggambarkan fenomena
industri IT yang berkembang sangat cepat khususnya memasuki era millenium.
Perkembangan nilai eksport produk IT tentunya seiring dengan peningkatan demand, perkembangan informasi teknologi
membuat konsumsi barang yang tinggi dari sektor ini menjadi tinggi selain itu
karena umur produknya yang relatif singkat membuat produk cepat berganti.
Tabel
2 (WTO 2007:17) menyebutkan data IT Trade
by region and leading traders. Data tersebut menyebutkan munculnya
negara-negara di region Asia yang menonjol sebagai aktor eksportir produk IT di
dunia sekaligus juga sebagai importir terbesar. Data eksport produk TI dunia
pada tahun 2005 menyebutkan Asia sebagai eksportir terbesar dengan presentase
52.4%, kemudian Eropa 31.2%, North America 15.4% dan region lainnya sebesar
1.0%. Hal ini menunjukkan negara di region Asia merupakan negaar yang paling
adaptif dan sangat kompetitif dalam menghadapi kompetisi dibidang produk IT
tersebut. Dalam region Asia sendiri yang total eksport produk IT terhadap dunia
sebesar 52,4%, China merupakan negara dengan ekspor produk tertinggi sebesar
14.8%, kemudian Jepang 10.0%, Singapore 7.8%, Rep.Korea 6.1% dan negara Asia
lainnya 13.7%. China mempunyai pertumbuhan yang mengesankan, selama 1996-2000
eskoprt meningkat 29% per tahun, mendekati tiga kali lebih ceoat dibandingkan
trader lainnya.
Selama
tahun 2000-2005 meskipun pertumbuhan eksport global produk IT melambat tetapi eksport produk China
mendekati 40% per tahun, lebih dari tujuh kali lebih cepat dari trader lainnya.
Eksport produk IT inilah yang membantu mendongkrak angka eksport barang dari
Asia memenuhi pasar di seluruh dunia. Fenomena lain seperti perpindahan secara
geografis mekanisme produksi karena mengejar efisensi sehingga berlomba-lomba race to the bottom membuat daya tarik
tersendiri bagi pilihan berinvestasi (FDI) di negara-negara Asia khususnya yang
memiliki buruh banyak dan murah, pajak rendah dan sebagainya. Sedangkan region
terbesar kedua dalam eksport produk IT yaitu Europe dengan 31.2% terbagi dalam
kelompok EU 25 intra menyumbangkan besaran 18.4% dan EU 25 extra 11.6% dan
negara Eropa lainnya 1.2%. Menguatnya mata uang Euro vis a vis US dollar
memberikan divergensi tersendiri bagi negara-negara di Eropa untuk menjadi
negara exportir produk IT dengan mengembangkan industri TI di negaranya seperti
negara Rep.Ceko, Hungaria, Polandia. Amerika Serikat merupakan eksportir terbesar
dari region Amerika Utara 11.8% dan negara di benua Amerika lainnya sebesar
3.6%. Amerika Serikat yang merupakan eksportir kuat pada pertengahan tahun
1990an mengalami masa peak pada tahun
2000. Meksiko yang berada di region Amerika menjadi negara eksportir penting
walaupun tidak berpartisipasi dalam ITA, tujuan eksport produk Meksiko untuk
pasar Amerika Serikat.
Dari
segi import dunia pada produk IT, region Asia juga menempati peringkat teratas
dengan presentase import 41.5%, kemudian Eropa 33.3%, Amerika Utara 21.1% dan
region lain 4.1%. Di Region Asia, China
sebagai importir terbesar yaitu 13.2%, di ikuti Singapore 5.6%, Japan 5.3%, Rep.Korea 3.9% dan Asia lainnya
13.5%. Fenomena import yang tinggi dari China dan Singapore ini merupakan model
dari skema import untuk re-eksport. Import IT produk oleh India juga tergolong
besar terutama semenjak memasuki tahun 2000, sebagian besar import India
berasal dari produk telekomunikasi dan komputer tentunya hal ini sejalan dengan
proses pembangunan yang direncanakan oleh India.
Appendix
tabel 1 (WTO 2007:22) menunjukkan total nilai (dalam Million Dollars) yang
dihasilkan dari eksportir produk IT pada tahun 2005. Negara EU 15 menghasilkan 400328 dengan share
27.7% dari total global (global 1443963). Extra- EU 15 menghasilkan 185682
(share 12.9%), intra-EU 15 214646 (share 14.9%). China sebagai negara teratas
dengan total nilai yang dihasilkan sebanyak 213637 atau 14.8% dari total
global. Report ini menunjukkan semakin kuatnya perekonomian China yang
kedepannya akan menjadi kebijakan untuk mengoptimalisasi sektor ini guna
mendapatkan hasil yang lebih dari tahun-tahun sebelumnya. Strategi dengan
memanfaatkan kekuatan negara seperti demografis, geografis dan capital
attractive, membuat China semakin memperkokoh kekuatan industri berbasis
perdagangan dunia terutama pada produk ini. Amerika Serikat menduduki ranking
ke dua setelah China dengan total pendapatan 170121 atau 11.8% dari global.
Jepang sebagai negara dengan ranking ke tiga dengan penghasilan 144759 atau 10%
dari global. Hongkong sebagai status istimewa administratif China memperoleh
115768 dengan skema re-eksport menghasilkan 111124 dan domestik eksport 4644.
Singapore menghasilkan 111969 atau 7.8% dari total nilai global. Republik Korea
menghasilkan 87947 atau sebesar 6.1% dari total global. Taipei/Taiwan
menghasilkan 71891 atau sebesar 5% dari total penghasilan dunia. Malaysia
menghasilkan 59370 atau 4.1%. Mexico walaupun bukan partisipan ITA
menghasilkan sebesar 33904 atau 2.3%.
Philipina menghasilkan 26940 atau sebesar 1.9%. Thailand menghasilkan 244464
atau sebesar 1.7% dari total penghasilan dunia. Kanada menghasilkan 19045 atau
sebesar 1.3%. Hungaria menghasilkan sebesar14011 atau sebesar 1% dari total
dunia. Switzerland menghasilan 10956 menghasilkan 0.8% dari total dunia.
Republik Ceko menghasilkan 9919 atau sebesar 0.7% dari total global. Indonesia
menghasilkan 6193 atau sebesar 0.4% dari total global. Brazil walaupun sebagai
negara non partisipan ITA menghasilkan 4073 atau sebesar 0.3% dari total
penghasilan dunia. Israel menghasilkan 3758 atau sebesar 0.3% dari total
global. Polandia menghasilkan pendapatan dari eksport sebesar 3169 atau sebesar
0.2%. Australia menghasilkan 2544 atau sebesar 0.2%, Norway menghasilkan 2486
atau sebesar 0.2%, Slovakia menghasilkan 2076 atau sebesar 0.1%. India
menghasilkan 2112 atau 0.1% dari total. Costa Rika menghasilkan 1744 atau
sebesar 0.1 dari total pendapatan dunia. Estonia menghasilkan sebesar 1530,
Malta menghasilkan 1208, Marocco menghasilkan 1065, Romania menghasilkan 1046, Tunisia
(non partisipan ITA) menghasilkan 972 masing-masing negara tersebut
menyumbangkan 0.1% dari total penghasilan dunia. Data ini menunjukkan bahwa
perkembangan region Asia khususnya Timur dan Tenggara mempunyai peranan penting
bagi produk berbasi TI. Negara-negara dikawasan tersebut harus menyadari
tingginya angka kompetisi dan sekaligus menjadi motivasi untuk mengembangkan
dan mengkoneksikan diri dengan produk TI dunia.
Tabel
3 (WTO 2007: 20) menunjukkan data World
Exports Of Ita Products By Category, 1996 dan 2005. Data tersebut
menunjukkan perubahan yang signifikan untuk eksport produk IT terutama pada
produk telekomunikasi. Produk telekomunikasi pada tahun 1996 sebesar 15.2%
tetapi pada tahun 2005 terjadi kenaikan menjadi 20.9%. produk Komputer relatif
stabil, pada tahun 1996 eksport sebesar 35.5% dan pada 2005 sebesar 34.2%.
Produk semikonduktor juga mengalami penurunan presentase eksport, pada tahun
1996 sebesar 12% dan pada tahun 2005 sebesar 10.6%, produk ITA isntrumen dan
software juga mengalami penurunan, pada tahun 1996 sebesar 13.5% sedangkan pada
2005 sebesar 11.8%. Produk semikonduktor juga mengalami trend menurun, pada
1996 sebesar 23.6% sedangkan pada 2005 sebesar 22.5%. Data ini menunjukkan sektor produk
telekomunikasi mempunyai perkembangan yang signifikan dalam kegiatan
perdagangan, hal ini sejalan dengan fenomena masyarakat komunikasi tinggi.
Tugas perdagangan dan Investasi sambarang nyit2 :D
REFFERENCES
Mankiw, N.Gregory. Teori
Makro Ekonomi 4th edition, terj. Imam Nurwaman. Jakarta: Erlangga, 2000.
Oatley, Thomas. International Political Economy: Interests
and Institutions in the Global Economy - 2nd edition. New York : Pearson,
2006.
Waltz, Kenneth N. Man, the State and War: a theoritical
analysis. New York: Columbia University Press, 2001.
WTO. World Trade Report 2007, Six Decades of Multilateral
Trade Cooperation: What have we learnt? Switzerland, 2007.
No comments:
Post a Comment