Seri :
belajar kehidupan (kritik mainstream)
Kula
Bronislaw Malinowski merupakan
antropolog lapangan pertama yang melakukan penelitian lapangan dengan waktu
yang lama. Selama 4 tahun (1915-1918) ia tinggal di tengah penduduk Kepulauan
Trobriand, pulau-pulau koral kecil sebujur pantai Papua Nugini . Beberapa buku
ia terbitkan namun yang terkenal (the best lah) adalah Argonauts of the Western Pasific (1922).
Buku ini membicarakan secara
rinci institusi tukar menukar hadiah yang disebut Kula yang dilakukan orang dikalangan Trobriand dan orang-orang dari
pulau (suku) lain yang tinggal di pulau-pulau sekitar. Malinowski menguraikan :
“ Kula adalah suatu bentuk
pertukaran antar suku yang meluas; dilakukan oleh komunitas-komunitas yang
menghuni lingkaran pulau-pulau yang luas wilayahnya yang membuat sirkuit
tertutup…. Di sepanjang rute ini, dua macam barang dan hanya dua macam ini,
secara tetap bergerak dengan arah yang
berlawanan. Menurut arah jarum jam, gerakan secara konstan suatu macam barang – kalung-kalung
panjang terbuat dari kulit kerang merah, yang disebut soulava . Menurut arah
yang berlawanan, bergerak semacam barang yang lain – gelang-gelang terbuat dari
kerang putih yang disebut mwali.
Kedua benda ini masing-masing
dalam arah perjalanannya di sepanjang sirkuit tertutup bertemu dengan
barang-barang lain dari kelas yang berbeda dan pada saat itu dipertukarkan. Di setiap
pulau dan disetiap desa, laki-laki dalam jumlah yang terbatas terlibat dalam
kegiatan kula – maksudnya, menerima barang-barang memilikinya untuk beberapa
lama, kemudian secara berkala meski tak teratur, menerima salah satu dari
beberapa mwali, atau kalung soulava dan kemudian menyerahkan kepada
rekannya dan pada saat itu ia menerima komoditas yang berlawanan dalam kegiatan
pertukaran itu. Jadi, tak satu orang yang menyimpan atau memiliki soulava atau mwali itu dalam waktu yang lama.” (Malinowski 1922: 82-83)
Barang bernilai tersebut
memungkinkan orang Trobriand dan masyarakat tetangga memperoleh prestige. Namun,
mereka melakukakannya dengan cara yang berbeda. Dalam Kula tidak ada
keuntungan/prestige yang melekat pada kebiasaan menyimpan barang berharga yang dalam Thorstein Veblem 1970,
memperkenalkan istilah “konsumsi pamer” yang sangat mudah dijumpai dalam masyarakat
modern.
Anda akan dikagumi karena dua alasan. Pertama,
karena anda dipilih oleh mitra Anda sebagai penerima barang berharga, tidak
memilih mitra lain. Kedua, karena anda dapat menunjukkan kebesaran hati dengan
menyerahkan kembali barang berharga itu untuk diedarkan kembali. Sebagaimana
dikatakan Malinowski :
“ Pemilikan dalam kula, adalah
hubungan ekonomi yang khusus. Seseorang yang berada dalam kula tak pernah
menyimpan suatu barang lebih dari – katakanlah – setahun atau dua tahun.
Pemilikan sementara itu juga jarang menyebabkan orang yang bersangkutan barang
tersebut dan ia tetap menjalankan kewajiban itu hingga kemudian menyerahkan
kepada salah satu mitranya.” (Malinowski 1922)
Dalam hal ini, kehormatan sosial
tidak melekat pada perolehan untuk dimiliki. Tujuan dari mencapai keinginan
bukanlah untuk memiliki sesuatu secara alamiah diharapkan untuk berbagi dengan
orang lain, menyebarkannya, menjadi pengemban amanah dan pemberi amanah….
gejala penting agar berkuasa adalah menjadi kaya dan kaya dalam konteks ini
berarti kemuliaan dan kemurahan hati….. semakin penting dia, semakin dia
gandrung menunjukkan kemurahan hatinya itu” (Malinowski 1922, hal.97)
Nampaknya inilah jawaban tentang
kula. Kula adalah “pameran kemurahan hati” menurut parody Veblen. Triobrand
juga ingin dianggap penting dan berkuasa tetapi mereka menggunakan cara lain
untuk melakukannya. Dari sudut pandang individu orang Trobriand inilah hampir
kesuluruhan dari cerita, bagi mereka, kula adalah institusi yang dibangun untuk
memperoleh status.
Karena banyaknya kula terjadi
antara mitra-mitra yang tinggal di pulau-pulau yang bermil-mil jauhnya,
eksistensinya memungkinkan hubungan ekonomi dan politik di antara orang-orang,
yang kalau tidak mereka mungkin tidak akan bertemu. Hasilnya adalah integrasi
politik dan ekonomi antar pulau. Eskpedisi dari satu pulau ke pulau lain
bukanlah semata akibat dari pertukaran kula tetapi kegiatan barter
barang-barang bukan kula. Menurut Malinowski inilah fungsi laten dari kula memungkinkan fungsi ekonomi perdagangan antar pulau yang warga masyarakat sendiri
tidak menyadari.
“saling berdampingan dengan
pertukaran ritual soulava dan mwali, penduduk membawa barang dagangan
biasa, menukarkannya dari satu pulau ke pulau yang lain sejumlah besar barang,
seringkali tak tertampung di daerah itu, barang-barang dari luar dan tak dapat
digantikan.” (Malinowski 1922:83)
Fakta menunjukkan terdapat fungsi
politik kula dengan telah dibangunnya interaksi sosial jarak jauh dengan
menghubungkan masyarakat Trobriand dengan masyarakat lain yang berjauhan.
“Rata-rata seseorang mempunyai
beberapa mitra dekat, dengan mitra ini ia pada umumnya sangat bersahabat, mitra
jauh di pulau sana, di pihak lain, adalah tuan rumah, pelindung, dan sekutu
dalam keadaan berbahaya dan tidak aman.” (Malinowski 1922: 91-2)
“ Kula adalah institusi yang
sangat besar dan kompleks. Kula menjalin bersama sejumlah suku bangsa, dan
mencakupi suatu kompleks besar kegiatan, saling berkaitan dan bekerja sama satu
sama lain, sehingga membentuk suatu keseluruhan organic.” (Malinowski 1922:83)
Melalui Singh Uberoi melanjutkan
penelitian Malinowski berpendapat kalau totem pada orang Arunta (suku Aborigin
di Australia yang hidup dalam Band
(kelompok domestik/klen), totem
merupakan simbol objek yang sakral yang mempersatukan (integrasi sosial)
anggota-anggota Band karena merasakan
kertegantungan mereka saling tolong menolong dan saling menjaga dalam karya Durkheim “The Elementary Forms of Religious Life (1976)”) akhirnya mereka
tergantung, maka kula mendorong orang
Trobriand untuk berpikir tentang masyarakat secara totalitas, bukan suatu
kumpulan kekerabatan yang bersaing.
“ Kula memperluas masyarakat politik keluar dari daerahnya dengan
secara berkala mengaktifkan hubungan-hubungan yang mengikat individu dengan
anggota lain dalam kelompok dan menekankan kembali kewajibannya pada mitra
kulanya, yang kalau tidak niscaya berhadapan satu sama lain sebagai
oposisi. Dalam ekspedisi kula setiap
individu berdiri sendiri-sendiri berhadapan satu sama lain tetapi karena setiap
orang menyalurkan kepentingan pribadinya melalui ikatan mitra kula yang disebut sebagai mitra kula, ia
tidak lagi berdiri sendiri, tetapi terikat dalam kekerabatan, puncak tertinggi
dari kepentingan individual dan juga kepentingan asosiasi politik yang luas
dimana mereka semua terlibat.” (Singh Uberoi 1962: 159-60)
n Disadur
dalam P.Jones (2003: 60-65)
Semoga risalah diatas menemui pembacanya yang
budiman dan mengajaknya bermain dan menari-nari di dalam kegirangan yang sunyi.
Hubungan Internasional,
sosiologi, ekonomi, politik mereka terapkan dengan sangat manis dan nikmat.
Sebuah hal langka dalam kehidupan dengan nafas logika mainstream dehumanisasi yang
mengaburkan realitas bahkan menkonstruksinya satu arah, altruistik dikalkulasi,
mendera bermilyar umat dimana pengakuan kecerdasan intelektual membuat blok sendiri
tak tertembus, meminggirkan dan menghardik bermacam rendah, ketidakmampuan,
kebodohan dan kemiskinan sambil mendendangkan kemuliaan dan kemudian berlari
mengolok yang lambat berjalan. Tetapi ini exist dan real.
Tulisan ini tidak membawa serta semangat fungsionalisme objektivist sosiologi, hanya menambah perbendaharaan pengetahuan tentang praxis/praktek yang dianggap tradisional dalam seri melawan arus logika mainstream.
Please, switch ON your human
mind and soul
(Sebaiknya di baca pada malam hari, dimana kesadaran mencapai puncak
tertingginya dan baju kebesaran telah anda tanggalkan untuk bersiap memakainya
kembali pada pagi hari dengan manis)
2012 (today) – 1922 (buku) = 90 tahun lalu
if
l’historie se repetete for the next hundred years, I hope the logics of story
part become mainstream
Because we have small and weak
memory to remember, thus we re-write.
Because nobody is listening,
thus we re-write.
Because this knowledge will be eliminated
by mainstream, thus we re-write.
Because life is so short and
world maybe run for a long time, thus we re-write.
For the story will be live
forever
(2a.m) Di sebuah Juli 2012 yang hening dan lapar di kota yang bernama
Jogjakarta with Coldplay - Yes
n
yes right, I’m what you thought
-
No comments:
Post a Comment