Cosmopolitan
Ketika Diogenes (404 BCE) (seorang yang lahir di Sinope
(sinop, now Turkey) seorang yang ber-aliran Cynic (aliran filosofis yang ingin
mendekatkan dirinya dengan alam dengan meminimalisir semua hasrat manusia dan hidup secara sederhana)
datang ke Athena, dia ditanya “anda dari mana ?” dia menolak untuk disebut
seorang Sinopeans, dia menjawab “I am a citizen of the world (kosmopolitês)(cosmos)”
Ya
sering kali kita mendengar istilah ini cosmopolitan/kosmopolit, biasanya
langsung mendaratkan ingatan ke berbagai mode busana, kecantikan, poles memoles
wajah atau bahkan langsung ke salah satu majalah yang biasanya bercirikan
kehidupan serba polesan yang mendunia yaitu majalah Cosmopolitan dan ingatan
lainnya. Adapun pria-wanita yang “gemar” memanjakan tubuhnya tanpa sebab itu
dijuluki kosmpolitan. Ada juga yang menyebutnya gaya hidup kaum urban,
ini
ditujukan untuk perilaku hedonism mahluk perkotaan, senangnya joget2, minum2,
busana minim, drugs, shoping, pertemanan temporer ala party dsbnya, merayakan
valentine, helloween, thanksgiving (walaupun semula tidak ada) kemudian
mengakunya inilah hidup yang mengglobal. Gaul gitooo…. jebb ajebb ajebb ajebb :D heheee
Di lain pihak yang cenderung suka menenggelamkan dirinya ke
bidang ilmu pengetahuan khususnya sosial (sebenarnya tidak senang menggunakan
dikotomi biner sosial-exacta) ide cosmopolitan ini berkonstribusi untuk
berbagai pemikiran kritis. Kritis dalam hal meningkatkan pressure wacana,
politik, konstruksi tatanan, membendung gerakan fundamentalis, membentuk
gerakan-gerakan perlawanan anti global market dan ekonomi penetrasi destruktif,
memperkuat peranan hukum internasional atas hak asasi manusia, kritis atas
military attacks dan sebagainya.
Jika di bidang lain, arsitektur bangunan maupun tata
kota/ruang, kosmopolit merupakan gabungan dari model rupa-rupa dunia (yang
tercampur dan saling memberi ciri tersendiri) yang tercermin dari bentuk
bangunan atau ruang-ruang yang ada di kota. Masalah manusiapun jika terdapat
satu kota yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan/dari luar negara tersebut
lalu membaur tetapi tidak membuat kohesi sosial sampai ke konflik/harmonisasi
dalam plurarisasi maka terlabeli lah kota itu dengan kota kosmopolit.
Dalam speech act
terkadang kosmopolit memberikan makna berbeda dari penanda yang ia wakili untuk
membentuk konteks yang ia ingin capai. Saling tumpang tindihnya pemaknaan bisa
di deteksi dari siapa yang mengucapkan terlebih untuk apa ia melakukan
penyebutan/tulisan itu. Tetapi terkadang simplifikasi bagi sebagian orang maka
cenderung memakai cerita Diogenes diatas “citizen of the world”. Simplifikasi
tanpa bacaan lebih dalam ini cenderung mengaburkan dan menjerumuskan orang pada
perilaku yang akan dibuat-buatnya mengglobal seperti budaya kaum urban yang disebutkan diatas. Dan ketika
hal tersebut yang tertanam di pemikiran maka pada umumnya yang berjalan adalah
logika konsumerisme atau narsisme yang tentunya dalam hal menguntungkan kesuksesan
pemodal dalam mengkomodifikasi hidup dan kehidupan. Tetapi hal yang berlawanan
bisa terjadi sebaliknya apabila terjadi bacaan lebih dalam dan mampu membuat
gerakan perubahan secara global walaupun terjadinya hanya particular melawan
dominasi dan hegemoni maka ia akan menjadi suatu gerakan transformasi ide dan
praxis. Misalnya ketika semua warga miskin dunia membaca bahwa hanya sebagian
kecil usahawan dunia yang merampas kekayaan dan membuat mereka tetap miskin
maka akan ada gerakan-gerakan particular dengan ide global. (idea globally, act locally).
Untuk mengilustrasikan maka akan digunakan dua besar perseteruan
Kapitalisme : Aliran modal dan barang seluruh dunia harus bergerak bebas, peranan negara di reduksi
seminimal mungkin jika perlu dihapuskan. Hukum gerak pasar global akan bekerja dengan invisible hand nya. – pemikiran Adam
Smith
Sosialisme : Workers of All Lands, Unite -- Marx
Jadi spirit dari 2 besar diatas mengandung pengglobalan,
universalisasi ide,gagasan dan praxis apa yang ingin di advokasi.
terdapat pula misalnya terms humanism, environmentalism, ,
human rights, anti-colonialism dan macam-macam.
Mari kita urai, sedikki demi sedikki :D
Dengan analisa bahwa ide kita manusia sama, dapat pergi
kemana-mana seperti yang dikemukakan Diogenes, konstruksi identitas kita tidak utuh
melekat sampai mati, universalisasi, hak yang sama, kewajiban yang sama maka cosmopolitan
mendapat pengertian yang sederhananya. Dan Model ini hanya berlaku dimana
kondisi manusia diberlakukakan sama berada pada posisi 0, maksudnya tidak ada tendensi
manusia satu yang ingin menjahati manusia lainnya. Tentunya klaim ini runtuh
dengan sendirinya, karena gagal membaca dinamisasi prilaku manusia-manusia yang
dianggap sama tersebut. Mirip model naturalist (paham natural) si Cynic tadi,
beranggapan bahwa sikap alamiah itu sudah tertanam di manusia (menghindari
konflik, bebas, dsbx). Hal ini pararel dengan penggunaan kata “bar-bar” sebagai
efek afirmasi naturalist terhadap hukum alam manusia yang baik. Setiap ada
tindakan, misalnya “kekerasan” maka akan dilabeli “barbar”. Claim ini runtuh
dengan sendirinya karena tidak membaca bahwa fenomena ada yang melatar
belakangi dan diproduksi oleh manusia (dinamisasi manusia). Kondisi terdiri
dari pra,pra,pra kondisi yang semuanya saling keterkaitan. Posisi 0 untuk
manusia itu bagi kaum un-natural (menolak universalisasi natural pada fenomena/kondisi)
itu utopia, karena realita merupakan ciptaan, gagalnya memahami ciptaan berari
gagal membaca apa yang terjadi lebih dalam.
mari rileksss sebentarr…
hehehehee
saya lanjut nanti ya…
hehehee
No comments:
Post a Comment