Budaya Pop(uler) Korea Selatan di Indonesia
Dalam beberapa tahun belakangan ini seiring dengan akutnya campuran budaya yang masuk ke negeri tercinta ini, membuat budaya dalam hibrid akut. Seperti kita ketahui injeksi budaya ini walaupun samar-samar ia tersembunyi dalam otak dan mensettingnya menjadi mindset a.k.a pola pikir.
Dalam beberapa tahun belakangan ini seiring dengan akutnya campuran budaya yang masuk ke negeri tercinta ini, membuat budaya dalam hibrid akut. Seperti kita ketahui injeksi budaya ini walaupun samar-samar ia tersembunyi dalam otak dan mensettingnya menjadi mindset a.k.a pola pikir.
Walaupun tampaknya hanya sepele tapi penetrasi ini tidak bisa dianggap remeh terutama membentuk kesadaran. Seperti generasi saya yang terkontaminasi Kotaro Minami dkknya. Untuk mengetesnya cukup gampang, tolong sebutkan barang yang kualitasnya bagus ??? jawabannya Jepang. Tolong sebutkan pengertian Modern itu apa ?? jawabannya seperti negara Jepang. Tolong sebutkan pembangunan Indonesia bagusnya ke arah mana ?? jawabannya Jepang. Ya memang Jepang jadi kiblat orang yang mengecap indahnya '90an. Adapun jawaban ke dua jatuh ke Amerika Serikat seiring injeksi MacGyver, The A team dkk maklum si MacGyver cerdasnya gak ketulungan, dapat kabel sedikit saja bisa jadi bomb. Klo sekarang kita menonton ulang film2 itu yang terlintas nostalgia masa lalu, duduk depan TV kecil beramai-ramai dan selebihnya film2 itu memuakkan, tidak ada bagus2nya.
Sebelum ke ekonomi, kita main-main dulu di wilayah mindset dan kesadaran. Dengan banyaknya komik, kartun, film dari negara Jepang - Amerika yang membaca atau menontonnya sedikit banyak berhalusinasi (halusinogen), berfantasi, berilusi dan si si yang lain. Akhirnya informasi-informasi tertanam di alam bawah sadar karena tahap anak-anak, remaja jika ada yang tercap "bagus" "baik" "maju" dan sebagainya maka ini pula yang nanti terbawa-bawa ketika umur berlanjut kecuali anda mampu menyadarinya. Pendek kata seperti contoh diatas merupakan opsi-opsi jawaban yang paling gampang memory memanggilnya kemudian menjadi ingatan kemudian terucapkan, dan kita mengalami kontrak sosial dengannya dengan berdiri menjadi defender yang reaksioner.
Dalam bidang pengetahuan misalnya, terjadi peperangan yang cukup sengit dalam membentuk pola pikir, Exacta dan sosial. Pengetahuan exacta karena sifatnya material/barang/kelihatan/praktis/solutif. Dengan terkotak-kotaknya pengetahuan terbentuklah/terkonstruksi lah perangkat-perangkat yang lain untuk mendukungnya. Sebutlah ia, dari beberapa anda yang waktu SD, SMP dan SMA untuk orang-orang yang menguasai bidang studi IPA akan terlabel "cerdas" "pintar". Ranking 10 kelas IPA itu jauhh lebih berharga dari ranking 1 IPS. Mereka yang menguasai sejarah dunia dari dunia ini terbentuk sampai sekarang tidak akan lebih "pintar" dari mereka yang menguasai teori "gerak bolak balik beraturan". Siswa yang menguasai letak geografis serta persebarannya segala sesuatunya di dunia tidak lebih "pintar" dari mereka yang menguasai "perubahan entalpi dan hukum hess dalam termokimia". Siswa yang menguasai sistem2 ekonomi dunia ataupun dengan kemampuan semi exacta "penjurnalan dan buku besar" tidak lebih pintar dari siswa yang menguasai "jaringan meristem pada struktur tumbuhan". Dan inilah semua yang berlalu lalang di pemikiran umum.
Kenapa ? penetrasi budaya ini sejalan dengan program pembangunan waktu itu. Apa itu pembangunan, bagi kebanyakan kita yang diselemuti kabut untuk melihat matahari mengatakan ya itu seperti Jepang dan Amerika, pembangunan itu gedung-gedung tinggi. Membangun itu fisik lah. Berarti klo konsisten kita dengan ini, bahwa agen2 pembangunan yang berjasa bagi bangsa ini adalah kaum "buruh bangunan" (dan kenyataannya memang buruh yg berjasa :D) , sebagus apapun model arsitektur atau sebanyak apapun duit klo tidak ada "tukang" mau buat apa??.
Karena indera kita (dasar dari empirisme) kagum/percaya dengan apa yang dikecapnya, maka ini pulalah yang mengkonstruksi mindset. Pokoknya segala yang fisik itu selalu lebih mengagumkan daripada yang tidak. Sebutlah beberapa dari kita bertepuk tangan ketika atlet olahraga menunjukkan "skill2nya" daripada si pemerhati sosial yang berteriak2 itu ada ketimpangan. Jikapun konsisten dengan birahi mata ini maka konsep Ketuhanan anda dipertanyakan.
Yang parah selanjutnya adalah pendistraksian (pengalihan/pengecohan) terhadap masalah-masalah realitas sosial yang timpang. Pembagian kotak ini seolah-olah sosial itu second lah dan sudah ada yang kerjakan tidak usah lagi kita perhatikan. Akibatnya kotak ini sangat tangguh membentengi kita untuk tidak keluar dari mindset yang telah terbangun, yang parah anda mencak-mencak ketika di coba untuk di buat mengerti. Seolah-olah tugas dari kita "hanya" pada bidang keilmuan kita saja terutama mengisi perut, sedangkan keilmuan kita tidak dipakai untuk mengatasi masalah sosial negara seperti ketimpangan, kemiskinan eksploitasi. Seolah2 kita meng 'iya' kan, yang penting anda dapat pasangan cantik/gagah, dimata mertua baik, foto2, nikah, jalan2 ke luar negri, punya anak, punya uang banyak lalu mati. Siklus ini yang banyak, lah dimana si miskin menggantungkan harapan klo begitu, nah secara nyata negara tidak mampu. Ketidakmampuan karena ketergantungan yang cukup akut dan hal2 lainnya yang parah. Mau menggantungkan ke pak Haji dkknya, nah mereka sendiri mencari uang isi perut, bagaimana klo pun ternyata pak aji nya juga korup ?? ataupun tahu sistem bobrok tapi disuruhnya pengikut untuk sabar, bukan untuk mengkritisi sistem. Lah bagaimana ini..
Distraksi sejauh ini merupakan proyek yang berhasil, kondisi timpang di distraksi oleh berbagai macam culture penetration yang bermain-main membentuk "selera". Tidak ada lagi cerita-cerita ide bagaimana negara ini, bagaimana klo kita buat ini, bagaimana klo ini itu,,, dianggap sebagai bualan basi. Dan parahnya melabeli orang dengan "pembual". Mana yang lebih membuali anda, apakah pembentukan ilusi penetrasi budaya itu agar kita tetap berada di relnya, dari orang yang berbicara tentang ide ? Bukan kah pengetahuan-pengetahuan sekarang yg berkembang hasil kreasi orang2 yang dianggap pembual di jamannya ??
Oke sekarang ke fisik, hasil kreasi perdagangan. Coba sebutkan asal negara merek2 kendaraan automotive yang menjejali jalan Indonesia sejak lama? Jepang. Sumur2 minyak dan tambang emas raksasaIndonesia "dikuasi" oleh perusahaan asal negara mana ? Amerika. Walaupun sejarah diturunkannya Soekarno oleh Soeharto ditandai masuknya benda-benda asing tersebut ke tubuh Indonesia tapi mereka memperkuat hegemoni melalui media untuk menstabilkan arus investasi ini.
Maka hal serupa yang Korea Selatan coba untuk memainkan. Eksport kultur di generasi pelanjut bangsa itu suatu investasi jangka panjang hubungannya dalam membangun citra "baik" "maju" "keren". Klo dalam bahasan tulisan tokoh peneliti culture, yaitu menciptakan budaya dulu sehingga terciptanya demand akan barang. Jadi misalkan kita balik, ketika Indonesia mau mengeksport segala industrinya yang berhubungan dengan consume masyarakat di suatu negara, selain menciptakan barang berkualitas harus mengeksport ide agar suatu negara menyukai dan mempercayai barang dari Indonesia. Pertanyaannya pernahkah Indonesia melakukannya dgn sungguh2.. selain tari-tarian di fasilitasi kedutaan pada hari tertentu yang di isi oleh "siswa2" yang ingin nebeng ke luar negeri ?? adakah mereka setelah menari menjadi "idol" ??. Sekarang kita balik lagi.. berapa artis korea yang anda kenal ?? hohoho jwabannya "many" ya ..
Industri kultur/cultural industri ini dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang, misalnya murni bisnis (direct) dan imaging yang sifatnya indirect. Keuntungan langsung (direct) merupakan akumulasi keuntungan yang di gelembungkan oleh pihak-pihak yang berada pada lingkaran pembentukan artis/idola tersebut misalnya artist dan promotornya, broadcasting TV ataupun event organiser yang berkecimpung di sekitarannya. Indirect muncul dari imaging yang secara tidak langsung menimbulkan measurement building, dimana ukuran kualitas dan peralatan lainnya dapat mempengaruhi kepercayaan imajiner akan pembentukan selera.
Teringat kata-kata Prof.Amal di kelas.. suatu ketika beliau di tawarkan oleh pengusaha asal Korea Selatan untuk menfasilitasi memperkenalkan teknologi nuklir mereka kepada anggota DPR RI. Kata orang korea, teknologi nuklir mereka jauh lebih bagus dari Jepang (maklum promosi). Di Jepang (dalam hal ini fukushima) reaktor2nya tidak tahan goncangan, sedangkan di Korsel mereka kembangankan yang lebih ringan, tahan goncangan dan nilai yg paling menjual adalah bisa dipindah-pindahkan. Pak Amal menjawab keinginan para Korsel itu,, jika hal ini saya beritahukan kepada mereka (DPR RI), periode depan mereka tidak akan ada lagi duduk di dewan (tidak terpilih).
Promosi dagang dalam kebudayaan ini tidak sifatnya satu arah,, malah Indonesia yang menyediakan ruang yang besar untuk itu. Istilah diplomasi "memperkuat kerjasama", pemerintah Korsel pun tidak segan2 u/ membuka lebih lebar bagi pelajar2 yang ingin belajar di negaranya, akibatnya kebudayaan lewat tutur kata dan tulisanpun Korsel masuk menjamur di Indonesia. Liat saja nanti volume dagang naik dan bercmacam-macam.
Sebutlah program pendidikan pertukaran pelajar Indo - Amerika tahun 1960an - 1990an betapa banyaknya, saking tidak seimbangnya banyak kuota tidak terpenuhi. Awal 2000an sudah menurun tapi itupun masih banyak, karena sudah mapan para alumnus2 Amrik itu memberikan resep2 pembangunan ala Amerika di Indonesia. Mereka diposisi strategis negara. Makin hari manusia makin banyak, it means makin besar potensi dagang.
Trus pertanyaannya apakah ini baik ataukah tak usah dikategorikan baik-buruk ?? tergantung dari anda melihatnya dari mana,, klo anda punya kepentingan lewat jasa program pertukaran dsb ke Korsel anda di untungkan. Anda bilang baik. Tetapi klo anda memperhatikan masalah2 yang diatas telah diceritakan kemudian merefleksikan Indonesia ke depan ya mesti hati-hati. Klo mau kondisi terus begini2 saja ya... Biarkan budaya pop (popular) itu menggerogoti. Seperti apa gunanya American Lifestyle di eksport ke seluruh dunia, beiberism dkk ..untuk menjaga kaum muda di negara itu, agar ketika ada pemimpin popular yang berusaha keluar dari lobang jebakan dengan program2 baru untuk masyarakat miskinnya akan dicemooh dan digulingkan lewat kudeta-kudeta halus kaum kelas menengah ke atas. Ini lebih dari sekedar eksport budaya. Alih-alih pemikiran barat, lupa negara sendiri.
Coba sekarang kita test parameter imajiner terhadap kecapan "selera" atas barang. Menurut anda kualitas barang dengan merek "Jepang" ?? jawabanx berkualitas, Korea Selatan?? kualitas good, barang China ? anda akan bilang murahan, gampang rusak, tidak berkualitas bla bla bla,, salah satu faktor kekurangan China karena industrial culture dalam idol-idol tidak mereka garap dengan baik bandingkan Jepang 80-90an, Korea Selatan 2000an,, kenapa?? Karena strategi perdagangan China selain menjadi Suppliers ataupun assembly power dari barang-barang "merek" terkenal/mapan dalam hal ini tidak terkecuali Jepang dan Korea Selatan,, apa efek dari strategi "murahan" ini,,maka kecapan "labelling" terhadap China akan menemui jawaban seperti diatas, dan butuh waktu lama u/ memperbaiki labelling itu di pasar Indonesia particularly.
Sekarang mari kita balik analogi, seandainya anda dari luar Indonesia sebutlah yg dekat Malaysia, Australia, Taiwan, Thailand, Jepang, China, Korea Selatan,, apa pendapat anda tentang produk selain bahan mentah yang dibuat ataupun bermerek Indonesia ?? Saya kira jawaban anda negatif,,, Terus pendapat anda terhadap pemikiran orang Indonesia ??,, jadi jangan terlalu reaksioner jika anda dipandang sebelah mata oleh orang luar negri...
Ada sedikit puisi
" aku dan kalian anak negeri ini, tak sempat Sokerano bermimpi keburu mati oleh tangan besi,
seperti generasi kami yg di vaksinasi kotaro minami,
dan generasi kalian yg diinjeksi Suju Budaya Hibrid akut menggerogoti sampai nadi,
mindset terkontaminasi, tak ada lagi jalan selain di eksploitasi dan segala siap saji,
biarkan yg sakit dikolong jembatan menikmati, biar yang miskin yang mati,
ekonomi di rampok ke luar negeri, korupsi, kolusi, tak apa asalkan kami Menari !! "
#long live Products Selling#PopC(onsumerism)ulture
#falseConsciousness
Oke sekarang ke fisik, hasil kreasi perdagangan. Coba sebutkan asal negara merek2 kendaraan automotive yang menjejali jalan Indonesia sejak lama? Jepang. Sumur2 minyak dan tambang emas raksasaIndonesia "dikuasi" oleh perusahaan asal negara mana ? Amerika. Walaupun sejarah diturunkannya Soekarno oleh Soeharto ditandai masuknya benda-benda asing tersebut ke tubuh Indonesia tapi mereka memperkuat hegemoni melalui media untuk menstabilkan arus investasi ini.
Maka hal serupa yang Korea Selatan coba untuk memainkan. Eksport kultur di generasi pelanjut bangsa itu suatu investasi jangka panjang hubungannya dalam membangun citra "baik" "maju" "keren". Klo dalam bahasan tulisan tokoh peneliti culture, yaitu menciptakan budaya dulu sehingga terciptanya demand akan barang. Jadi misalkan kita balik, ketika Indonesia mau mengeksport segala industrinya yang berhubungan dengan consume masyarakat di suatu negara, selain menciptakan barang berkualitas harus mengeksport ide agar suatu negara menyukai dan mempercayai barang dari Indonesia. Pertanyaannya pernahkah Indonesia melakukannya dgn sungguh2.. selain tari-tarian di fasilitasi kedutaan pada hari tertentu yang di isi oleh "siswa2" yang ingin nebeng ke luar negeri ?? adakah mereka setelah menari menjadi "idol" ??. Sekarang kita balik lagi.. berapa artis korea yang anda kenal ?? hohoho jwabannya "many" ya ..
Industri kultur/cultural industri ini dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang, misalnya murni bisnis (direct) dan imaging yang sifatnya indirect. Keuntungan langsung (direct) merupakan akumulasi keuntungan yang di gelembungkan oleh pihak-pihak yang berada pada lingkaran pembentukan artis/idola tersebut misalnya artist dan promotornya, broadcasting TV ataupun event organiser yang berkecimpung di sekitarannya. Indirect muncul dari imaging yang secara tidak langsung menimbulkan measurement building, dimana ukuran kualitas dan peralatan lainnya dapat mempengaruhi kepercayaan imajiner akan pembentukan selera.
Teringat kata-kata Prof.Amal di kelas.. suatu ketika beliau di tawarkan oleh pengusaha asal Korea Selatan untuk menfasilitasi memperkenalkan teknologi nuklir mereka kepada anggota DPR RI. Kata orang korea, teknologi nuklir mereka jauh lebih bagus dari Jepang (maklum promosi). Di Jepang (dalam hal ini fukushima) reaktor2nya tidak tahan goncangan, sedangkan di Korsel mereka kembangankan yang lebih ringan, tahan goncangan dan nilai yg paling menjual adalah bisa dipindah-pindahkan. Pak Amal menjawab keinginan para Korsel itu,, jika hal ini saya beritahukan kepada mereka (DPR RI), periode depan mereka tidak akan ada lagi duduk di dewan (tidak terpilih).
Promosi dagang dalam kebudayaan ini tidak sifatnya satu arah,, malah Indonesia yang menyediakan ruang yang besar untuk itu. Istilah diplomasi "memperkuat kerjasama", pemerintah Korsel pun tidak segan2 u/ membuka lebih lebar bagi pelajar2 yang ingin belajar di negaranya, akibatnya kebudayaan lewat tutur kata dan tulisanpun Korsel masuk menjamur di Indonesia. Liat saja nanti volume dagang naik dan bercmacam-macam.
Sebutlah program pendidikan pertukaran pelajar Indo - Amerika tahun 1960an - 1990an betapa banyaknya, saking tidak seimbangnya banyak kuota tidak terpenuhi. Awal 2000an sudah menurun tapi itupun masih banyak, karena sudah mapan para alumnus2 Amrik itu memberikan resep2 pembangunan ala Amerika di Indonesia. Mereka diposisi strategis negara. Makin hari manusia makin banyak, it means makin besar potensi dagang.
Trus pertanyaannya apakah ini baik ataukah tak usah dikategorikan baik-buruk ?? tergantung dari anda melihatnya dari mana,, klo anda punya kepentingan lewat jasa program pertukaran dsb ke Korsel anda di untungkan. Anda bilang baik. Tetapi klo anda memperhatikan masalah2 yang diatas telah diceritakan kemudian merefleksikan Indonesia ke depan ya mesti hati-hati. Klo mau kondisi terus begini2 saja ya... Biarkan budaya pop (popular) itu menggerogoti. Seperti apa gunanya American Lifestyle di eksport ke seluruh dunia, beiberism dkk ..untuk menjaga kaum muda di negara itu, agar ketika ada pemimpin popular yang berusaha keluar dari lobang jebakan dengan program2 baru untuk masyarakat miskinnya akan dicemooh dan digulingkan lewat kudeta-kudeta halus kaum kelas menengah ke atas. Ini lebih dari sekedar eksport budaya. Alih-alih pemikiran barat, lupa negara sendiri.
Coba sekarang kita test parameter imajiner terhadap kecapan "selera" atas barang. Menurut anda kualitas barang dengan merek "Jepang" ?? jawabanx berkualitas, Korea Selatan?? kualitas good, barang China ? anda akan bilang murahan, gampang rusak, tidak berkualitas bla bla bla,, salah satu faktor kekurangan China karena industrial culture dalam idol-idol tidak mereka garap dengan baik bandingkan Jepang 80-90an, Korea Selatan 2000an,, kenapa?? Karena strategi perdagangan China selain menjadi Suppliers ataupun assembly power dari barang-barang "merek" terkenal/mapan dalam hal ini tidak terkecuali Jepang dan Korea Selatan,, apa efek dari strategi "murahan" ini,,maka kecapan "labelling" terhadap China akan menemui jawaban seperti diatas, dan butuh waktu lama u/ memperbaiki labelling itu di pasar Indonesia particularly.
Sekarang mari kita balik analogi, seandainya anda dari luar Indonesia sebutlah yg dekat Malaysia, Australia, Taiwan, Thailand, Jepang, China, Korea Selatan,, apa pendapat anda tentang produk selain bahan mentah yang dibuat ataupun bermerek Indonesia ?? Saya kira jawaban anda negatif,,, Terus pendapat anda terhadap pemikiran orang Indonesia ??,, jadi jangan terlalu reaksioner jika anda dipandang sebelah mata oleh orang luar negri...
Ada sedikit puisi
" aku dan kalian anak negeri ini, tak sempat Sokerano bermimpi keburu mati oleh tangan besi,
seperti generasi kami yg di vaksinasi kotaro minami,
dan generasi kalian yg diinjeksi Suju Budaya Hibrid akut menggerogoti sampai nadi,
mindset terkontaminasi, tak ada lagi jalan selain di eksploitasi dan segala siap saji,
biarkan yg sakit dikolong jembatan menikmati, biar yang miskin yang mati,
ekonomi di rampok ke luar negeri, korupsi, kolusi, tak apa asalkan kami Menari !! "
#long live Products Selling#PopC(onsumerism)ulture
No comments:
Post a Comment