Pages

Apa yg terjadi dengan "Kita"..

Di jaman yang katax informasi sekelebat setan ini, cepatnya bukan main, lebih seringnya kita mensimulasikan kehidupan nyata ke ranah virtual (internet), dimana pengetahuan dan informasi bukan lagi ekslusif, dimana kepintaran hanya milik Google dan wikipedia, toh semangat "kita" untuk merayakan mudahnya pengetahuan itu tidak ada, malah berbanding terbalik, bolak balik dan morat marit terhadap daya analisis kita.




formasi sosial masyarakat tidak bisa dijelaskan dengan satu model saja, kita mengakui bahwa banyaknya karakteristik dan ciri-ciri dari figur, konfigurasi masyarakat dan sebagai menjadi sesuatu yang meriah tetapi kenapaa tekhnologi menjadikan kita "lemah" di depannya. Kemampuan teknologi dalam mengkomodifikasi kehidupan kita, memproduksi kita patut diacungi jempol karena teknologi dalam haln ini yang berhubungan dengan koneksifitas bukan lagi menjadi bagian dari kita (part from us) tetapi sudah tumbuh di dalam kita (within us), jika ingin mengetesnya cukup mudah coba untuk tidak berdekatan dengan Hape, gadget, internet, social media sehari saja, atau mungkin 6-8 jam saja, bagaimana rasanya ?? it's difficult or impossible...




Daya simulasi yang panjang di jelaskan oleh Baudrillard puluhan tahun yang lalu ini tercatat semenjak teknologi internet leaping di berbagai negara dunia dan menjadi revolusi ke IV, khususnya di negara kita ini setelah tahun 2004an dan secara masif menggerus kolektifitas dunia nyata di paruh tahun 2006 tersebut cukup banyak menyita banyak perhatian, waktu, energi tenaga, kesedihan, kesenangan dan sebagainya. Seoalah-olah apa yg kita pernah perbuat sebelum tahun 2000an agak sulit lagi terjadi, semua bisa terpuaskan dengan menatap layar beberapa inchi.





Teknologi cukup banyak melahirkan lebih dari simptom sebutlah termin narsis. Narsis yang semakin menjadi-jadi dan menjadikan sesuatu kesenangan. Anda tak akan bisa menghitung seberapa banyak gadis berjilbab diluar sana, tetapi di dalam sini (dunia virtual) menghadirkan foto pribadinya sampai dengan konsep baju hemat/minimalis. Kalaupun tak terpajang pada profil pictures anda dengan mudahnya meng klik beberapa menu untuk mengetahui apakah dia punya tahi lalat di badannya. Ini bukan saja persoalan moral tetapi betapa dahsyat keinginan narsis ala pujian itu membuat penyakit-penyakit jiwa dan menyebarkannya secara sistematis. Jika dalam studi poskolonial inilah yg disebut model mimesis yaitu ketika si subjek berusaha untuk meniru dan menjadi apa yang dia bayangkan, idolakan, inginkan dan itu bukan dia akhirnya terbalik Subjek sebenarnya Objek. Dalam kekacauan ini muncullah termin budaya Hibrid  ketika semuanya tak bisa lagi jelas dan diurai dalam bentuk-bentuk yang jelas. Dalam hal ini termin "be yourself is nonesense" tidak pernah akan ada. Seberapapun kuat iman anda, ketika teknologi sudah menjadi within ur body pasti terjadi pembentukan-pembentukan, okelah jika anda tidak menjadi eksibisionis tetapi dengan tak sadar, internet berhasil mensimulasikan kebahagiaan atas apa-apa yang anda kehendaki orang lain melakukannya untuk anda. Misalkan anda meposting "alhamdulillah sudah mengaji dan foto anda memakai mukenah dan kelihatan Al-qurannya", tanyalah diri,apa yang anda harapkan dengan itu, sangat spekulatif jika kita berasumsi orang lain akan mengaji ketika mereka melihat kita mengaji.






Tetapi masalahnya tidak sederhana dan hanya berhenti sampai disitu, kembali ke "melemahkan" tadi, lemah disini artinya daya juang untuk segala sesuatunya itu menjadi lemah dari sebelumnya. Contohnya begini, dengan melubernya informasi dan sebagainya, hanya dengan mengetik keywords pada google muncul berbagai macam dan banyaknya informasi apa yang kita ingin ketahui, bukupun banyak yang gratis (.pdf) tetapi daya analisa untuk berpikir lebih kompleks, mengerti rumus dan sebagainya itu cenderung melemah kenapa bisa begitu ?? karena metode "click" anda mengclik kiri-kanan ada transfer ide yang masuk menjangkiti kita yaitu budaya instant, akibatnya instant dapat, instant hilang. Ya tidak adalagi keruwetan-keruwetan yang menggembirakan, hanya ada konsep display performance kita dan bypass. Karena menurut kita ini rumit maka kita mem bypass kan saja, karena kita berpkir toh mudah informasi pengetahuan ini dipanggil kembali hanya tinggal meng "Click", akibatnya kasian otak kita jarang teroptimalisasi (baca:dipakai).






Lemah-lemah yang lain, seharusnya kan dengan kemajuan jaman ini ktia lebih menyukai dan menyenangi kenyamanan2 manusia dan akan mengurangi tindak kekerasan tetapi sesuai yang kita bahas diatas tadi bahwa keberhasilan teknologi mensimulasikan dirinya berpengaruh pada pembentukan karakter penggunanya (users). Jadi secara tidak sadar ada beberapa ciri/karakter kita yang berhasil dibuatkan/dikonstitusikan oleh sesuatu yang bernama Virtual. Anda tidak akan bisa menghitung banyaknya nama-nama generasi muda harapan bangsa kita ini dengan last name yang panjangnya bukan main, huruf matinya banyak, memakai huruf jarang dipakai manusia X,Z,V dan terkadang tak ada artinya, sebutlah satu contoh diantara jutaan users FB baik domestik maupun internasional last name "AkuwyyClaluInginxSendriiiyyy". Sekarang yng ngetrend dgn nama Alayers ini bukan lagi fenomena yang wow begitu, karena saking banyaknya dia akan menjadi normal, jadi ingat saja ketika sesuatu yang banyak terjadi dan terus menerus berulang dia akan menjadi umum dan biasa-biasa saja. Dan harus diingat Alayers itu tidak mengenal ruang dan batas, semua manusia bisa terjangkiti baik di berada pada borders kita (Lokal) maupun interlokal (alayers internasional), jadi bule juga bisa lebay binalay, kenapa?? wong mereka juga victims. Coba hitung berapa banyak kata2 bijak yang keluarkan setiap hari oleh kaum muda ini yang mungkin mereka sendiri tidak mengerti apa yang mereka bilang, jikapun mengerti ya hanya untuk kepuasan "like" saja dan tidak terjadi dalam dunia nyata. Coba hitung berapa banyak penulisan statusnya yang kemudian di balas oleh orang yg tidak dikenal kemudian seolah-olah dia mengetahui segala sesuatunya tentang anda, menggurui anda dengan kata-katanya yang dipaksakannya menjadi sesuatu yang universal. What the hell. Kita pasti tidak akan bisa menghitungnya karena telah menjadi umum. Apa yang parah dari kepintaran-kepintaran semu ini, orang2 yg seolah2 bijak tadi sebenarnya memblock mental mereka untuk belajar dan terus mencari tahu ibaratnya tidak lagi mau mengakui kekurangannya sampai muncul block mental "i'm perfect", apalah artinya ini yaitu terbentuknya kepribadian hibrid ini betul-betul melemahkan dan mempertahankan status-quo kebodohan kita, ya semampunya hanya disitu ya hanya disitu.





Konsumsi Simulasi halusinogen selanjutnya sebutlah kepribadian "masuulin" atau narasi-narasi yang dibuat-buat lainnya. Ternyata dunia virtual ini memperbanyak dan memproduksi kekerasan. Ambillah contoh salah seorang supporter beberapa waktu lalu tertangkap karena dia memposting status kepuasan setelah menganiyaya sampai tewas seseorang yang diduga supporter lawannya. Apa coba yang ingin didapat dari ini semua, kepuasan imaterial yang sebenarnya tidak ada dalam diri kita tetapi terinjeksi masuk menjadi kesenangan-kesenangan penyakit. Berilah trajektori apabila fenomena kekerasan ini di Amini oleh semua golongan profesi "tau rasa loe" "mampus kau" "anjrit" dsbnya, sang aparat keamanan sangat bangga ketika habis memukuli yang dianggap "pelaku", siswa pada hobi membentuk blok2 kekuatan dan saling serang di FB, para krucil2 membuat geng motor menghabisi geng motor yang lain. Dan ingat hal ini pertama bukan terjadi atas kolektif identitas anda di dunia nyata tetapi aktivitas kita di dunia virtual yang menstimulasikan gerakan-gerakan selanjutnya. Atau lebih mudahnya anda menghayal apa yang anda akan kerja dan apa yang akan anda tulis di dunia maya/virtual. Para pekerja kantor tak lagi merasa stressnya mereka akibat tensi hidup dan rutinitas yang begitu tinggi diakibatkan karena sesuatu diluar mereka (bagaimana logika capital  memperlakukan mereka seperti benda/komoditas/barang) tetapi fokus mereka teralihkan kepada hanya bagaimana mereka meluapkan (sublimasikan) stress mereka pada kanal yang tepat (dunia virtual). Tentu anda semua pada mengerti siapa yang paling diuntungkan oleh massa (buruh,karyawan,kantor) yang pasif ini, yang menikmati penderitaannya dan kembali ke konsepsi sabar. Kemiskinan dengan jawaban sabar, ini sesuatu yang luar biasa. Mengalahkan titah Tuhan "Tidak berubah nasib suatu kaum, kecuali kaum tersebut merubah nasibnya sendiri (berusaha)". Tidak lagi melihat struktur tetapi ayooo sublimasi, maka jangan heran bisnis sublimasi (THM, tempat dugem, narkoba, pil2, party2, billiard, spa, Hotel kelas melati, wisma2, lokalisasi, esek2 dan bisnis lendir lainnya) tumbuh dengan suburnya di tengah masyarakat2 yang mempunyai intensitas sirkulasi hidup dengan kecepatan yang tinggi. Hal yang sama pula dengan naiknya angka perselingkuhan, WIL, PIL, perceraian, KDRT dsbnya... karena Anda Hanya butuh Sublimasi, tempat halusinasi kesenangan.





Mohon maaf jika banyak salah kata saya, hanya mencoba mengurai sedikti tentang apa yang terjadi dengan "kita" sekarang ini. Apakah teknologi, internet dan sebagainya merupakan suatu kemajuan ?? selain hal2 yang bersifat ekonomisme sentrik (profitable, efisien, efektifitas dll), saya rasa itu hanya membuat kemunduran untuk manusia. Tiba masa nanti dimana anda sangat rindu bermain Layangan dan menulis secarik surat buat seseorang yang anda sayangi, karena Romantisme hanya muncul dalam dunia nyata yang manual.











Teringat sebuah iklan disecarik kertas kecil di bawah lampu merah bertuliskan "terlambat Haid ?? hubungi no.xxxxx"  






"Ya Tuhan, Selamatkanlah Kami"

No comments:

Post a Comment