Pages

Commentaries On World Trade Report 2007



                                                                                                              


 
Commentaries On World Trade Report 2007


            Secara essensial hadir dan terbentuknya World Trade Organization ialah menjamin kelancaran perdagangan, perpindahan arus barang dan komoditas antara negara-negara di dunia untuk menjamin arus perekonomian terus berjalan. Hal ini sesuai dengan basis historitas dimana sejarah dunia khususnya pada abad 20 diwarnai berbagai macam ragam peristiwa yang menghambat arus perekonomian seperti perang dunia I (1914-1918), great depression dengan trigger U.S stock market collapse pada oktober 1929 dan di ikuti oleh kolapsenya bank-bank di Amerika, kebijakan proteksionisme Smooth-Hawley tariff  yang memperparah krisis, kebijakan  beggar thy-neighbor, perang dunia ke II (front eropa 1939—1945) dan beberapa perang lainnya (Vietnam, Korea dan sebagainya), konstalasi perang dingin, stagflasi 1970, krisis minyak 1973, dianggap gagalnya kebijakan Keynesian model, dan beberapa kejadian-kejadian penting lainnya. 


            Perdagangan dan arus investasi khususnya di bidang produksi mengalami paradigm shifting dari berbasis mass production model Fordisme ke fleksibilitas (post-fordisme). Revolusi teknologi dalam hal ini pengembangan sistem komputerisasi dan jaringan internet membuat inovasi di berbagai bidang mengalami peningkatan yang signifikan tidak terkecuali dalam bidang perdagangan (mempertemukan ­–buyers-sellers, transaksi keuangan dan sebagainya).  Semakin tingginya intensitas perdagangan, semakin banyaknya aktor perdagangan dan industri, munculnya kerjasama regionalisme  tentu seiring dengan semakin banyaknya kepentingan dan masalah yang harus diregulasikan maka dalam hal ini peranan WTO sebagai institusi menjadi sentral. Dinamisasi aktor dapat  dimengerti sebagai aktor yang membawa kepentingan  seperti yang digambarkan oleh Waltz (2001:204)The clever player will be on the watch for a chance to increase his gains or cut his losses by cooperating with another”. Posisi sulit WTO dalam konteks regulasi dan kepentingan tersebut menjadi tantangan tersendiri, Oatley (2006:40) menyatakan “the WTO will weaken and perhaps in crumble, when governments no longer believe this is true” tidak hanya itu pressure groups seperti gerakan sosial anti-WTO seperti protes massif di Seattle 1999 menambah krisis legitimasi WTO. Harapan Pascal Lamy dalam kerjasama semua pihak dalam memperkuat dan meminimalisir konflik kepentingan di jelaskan dalam satu kalimat pada pengantar World Trade Report 2007 “we are further motivated to ensure we do the necessary to preserve and strengthen this institution and ensure its continuing contribution in a changing and uncertain world” (2007:vi).



 World Trade Report 2007


            Table 1 (WTO 2007: 3) menggambarkan data GDP and merchandise trade by region, 2004-06. Data tersebut menunjukkan selama 3 tahun (2004-06) sektor eksport Amerika Serikat mengalami fluktuasi dimana eksport pada tahun 2005 melemah 0.5%  dibandingkan tahun sebelumnya yaitu pada 2004 sebesar 8.5%, tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 sebesar 2.5% menjadi 10.5%. Sedangkan untuk sektor import AS selama tiga tahun tersebut mengalami penurunan, penurunan terbesar terjadi pada tahun 2005 terhadap tahun 2004 yaitu sebesar 5% dari 11%, sedangkan pada tahun 2005 import sebesar 5.5% yang berarti hanya turun 0.5 poin dari tahun sebelumnya. Statistikal menggambarkan eksport – import AS  merupakan hal yang positif dalam balance of trade dimana eksport lebih besar dari import atau terjadinya surplus eksport. Sektor perdagangan barang sendiri menyumbang 3.4% dari total GDP Amerika Serikat pada tahun 2006.


            Masih pada tabel yang sama, region lain tepatnya Asia data menampilkan tiga negara pengeksport terbesar yaitu China, Jepang dan India.  Pada tahun 2006 eksport China 22%, sedangkan tahun 2005 sebsar 25%, hal ini berarti terjadi penurunan sebanyak 3 poin. Import China selama tiga tahun tersebut terbesar pada tahun 2004 yaitu sebanyak 21.5%. Perdagangan barang menyumbangkan 10.7%  terhadap GDP China, hal ini memberi informasi ekonomi politik bahwa melihat besaran sumbangan perdagangan barang terhadap GDP maka kepentingan strategis China terhadap perdagangan sangat besar dan berimplikasi pada strategi kebijakan negaranya untuk mempertahankan sekaligus meninggikan sektor ini kedepannya. 


            Lain halnya dengan Jepang pada tahun 2004 jumlah presentase eksport sebesar 13.5% tetapi mengalami penurunan sangat tajam pada tahun 2005 dimana total eksport hanya 5%. Pada tahun 2006 Jepang memperbaiki kekuatan eksportnya dengan menaikkan 5 poin menjadi 10%. Sedangkan posisi import terjadi sentimen yang positif dimana total import pada 2005 dan 2006 sama sebesar 2%, mengalami penurunan signifikan dari tahun 2004 dimana pada tahun tersebut total import sebesar 16%. Sektor perdagangan barang hanya menyumbang 2.2% terhadap GDP Jepang. Sedangkan kondisi India tahun 2005 yang terjadinya penurunan eksport Jepang justru merupakan titik tertinggi bagi total eksport India selama tiga tahun tersebut yaitu sebesar 20.5%. Hal serupa dengan kondisi import tahun tersebut merupakan yang tertinggi diantara tiga tahun tersebut sebesar 20.5%. Kondisi defisit perdagangan terjadi pada tahun 2004 dan 2006 yaitu defisit 0.5% sedangkan pada tahun 2005 terjadi terjadi in balance trade dimana total eksport  sama dengan import yaitu sebesar 20.5%. China selama tiga tahun (2004-06) menduduki negara pengeksport terbesar di bandingkan Jepang dan India begitu juga dengan kondisi import kecuali tahun 2005 dimana India mengalahkan total import China.


            Appendix table 1 (WTO 2007:11) menunjukkan World Merchandise Trade By Region And Selected Country, 2006 dalam Billion Dollars dan persentase. Data tersebut menyebutkan pada Region Amerika Utara, pada tahun 2006 value perdagangan eksport barang negara Amerika Serikat senilai (billion dollars) 1037 sedangkan value import 1920. Hal ini berarti terjadi trade deficit sebesar 883. Keadaan serupa terjadai pada Meksiko dimana besaran nilai eksport 250 sedangkan import 268. Keadaan surplus terjadi pada Kanada dalam tahun yang sama dimana eksport sebesar 388 dan import 357. Region Amerika Tengah dan Selatan, Brazil sebagai negara dengan pengeksport terbesar dengan nilai eksport 137. NIlai eksport ini hampir setengah dari total nilai eksport yang dikumpulkan dari seluruh negara Amerika Selatan dan Tengah yang berjumlah 289. Brazil sendiri mendapatkan surplus perdagangan karena total nilai import dibawah nilai eksportnya, nilai import sebesar 88. 



            Dalam tabel yang sama dalam region Eropa, Eropa secara keseluruhan menghasilkan nilai eksport (dalam Billion dollars) sebesar 4957 dan import 5218 pada tahun 2006. Hal ini berarti secara keseluruhan Eropa mengaami defisit perdagangan barang. European Union (EU 25) menyumbangkan mayoritas nilai dalam total nilai eksport Eropa yaitu sebesar  4527 sekaligus pada sektor import dengan total nilai 4743. Dalam EU 25 sendiri German menduduki posisi terkuat dalam surplus perdagangan barang dimana menghasilkan nilai eksport 1112 dan import 910. United Kingdom, France, Italy mendapatkan defisit perdagangan. Besaran nilai eksport UK 443 sedangkan pada import 601, hal ini berarti terjadi defisit 158 (billion dollars). Total nilai eksport perdagangan barang Prancis sejumlah 490  sedangkan nilai import sebesar 533, yang berarti defisit 43 billion dollars. Nilai eksport perdagangan barang Italia sebesar 410 sedangkan import 436, berarti defisit sebesar 26 billion dollars. Pada negara-negara CIS, total nilai eksport maupun import dari Russian Federation lebih dari separuh total nilai eksport-import perdagangan (eksport senilai 422- import senilai 278) wilayah tersebut. Total nilai eksport perdagangan barang Russia pada 2006 sebesar 305 dan nilai import sebesar 164, suatu kondisi yang surplus. Russia sebagai kekuatan ekonomi sekaligus politik yang kuat di kawasan CIS tersebut, sekaligus aktor pesaing dari negara-negara Eropa Barat khususnya dalam bidang perdagangan barang, walaupun persaingan dalam hal ini terjadi dalam nuansa kerjasama perdagangan. 



            Region Afrika mempunyai total (dalam bilion dollars) nilai eksport perdagangan barang sebesar 361 dan import 290, suatu kondisi yang surplus. Afrika Selatan menunjukkan diri sebagai negara industri terbesar di kawasan itu dengan menyumbangkan nilai eksport perdagangan barang sebesar 58 tetapi kondisi import pada tahun 2006 lebih banyak dari eksport, nilai import sebesar 77. Sedangkan negara Afrika selain Afrika Selatan menyumbangkan nilai eksport yang bersumber dari oil sebesar 212. Negara-negara tersebut  yaitu Algeria, Angola, Cameroon, Chad, Congo, Equatorial Guinea, Gabon, Libya, Nigeria, Sudan. Sedangkan negara Afrika lainnya yang tidak selaku oil exporters menyumbangkan nilai eksport perdagangan 90, tetapi negara-negara tersebut mempunyai import yang cukup signifikan yaitu 131. Region Middle East yang terkenal negara berbasis eksport sumber daya alam mempunyai nilai eksport perdagangan sebesar 644 dan import senilai 373. 



            Dalam tabel yang sama, total nilai eksport (dalam billion dollars) perdagangan barang sebesar 3276 dan import senilai 3023. Jadi walaupun pertumbuhannya cukup signifikan tetapi dalam hal total nilai eksport perdagangan barang masih dibawah EU 25, tetapi mampu melampaui total nilai eksport region Amerika secara keseluruhan dan terutama Afrika-Timur Tengah. China dalam region ini menempati posisi tertinggi dalam surplus perdagangan pada tahun 2006 yaitu total nilai eksport perdagangan barang sebesar 969 dan total nilai import 792. Jepang menghasilkan total nilai eksport perdagangan barang 647 dan import sebesar 578 suatu kondisi yang surplus. Kondisi berbeda ditunjukkan India walaupun total nilai eksport sebesar 120 tetapi total nilai import 174, suatu kondisi yang defisit. Traders yang cukup diperhitungkan di region ini menurut data yaitu China-Taipei, Hongkong;China, Republic of Korea dan Singapore. Ke empat negara tersebut menyumbangkan nilai eksport perdagangan barang sejumlah 844 dan import sebesar 787.



                        Tabel 2 (WTO 2007:4) menunjukkan data Real Merchandise Trade Growth By Region tahun 2006. Region Commonwealth of Independent States (CIS) merupakan region dengan defisit perdagangan tertinggi dibandingkan region lainnya sekaligus region dengan tingkat import tertinggi dibandingkan region lainnya yaitu sebesar 20%, defisit terbesar kedua pada region Amerika Selatan dan Tengah, kemudian Afrika dan Timur Tengah. Kekuatan eksport region CIS hanya sebesar 3% tetapi presentase tersebut diatas region Amerika Tengah dan Selatan (sebesar 2%) dan Timur Tengah dan Afrika (sebesar 1%). Hal ini berarti negara-negara pada regional CIS merupakan negara-negara tujuan eksport yang sangat besar jumlahnya. Regional Asia merupakan regional dengan jumlah presentase eksport terbesar dibandingkan regional lainnya yaitu sebesar 13.5% sementara posisi kedua ditempati region Amerika Utara sebesar 8.5%, kemudian Eropa sebesar 7.5%. Surplus perdagangan terbesar terjadi pada region Asia (5%) kemudian Amerika Utara (2%) disusul kemudian oleh Eropa (0.5%). Jika kondisi ini dipertahankan maka region Asia khususnya China dan India kedepannya menjadi region dengan negara berbasis eksport dengan bertindak sebagai supplier bagi negara-negara di region yang lain.




            Tabel 3 (WTO 2007:5) menunjukkan data Export Prices Of Selected Primary Products pada tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2005 terlihat fuels menempati presentase kenaikan export price tertinggi  sebesar 37% dibandingkan dengan komoditas lainnya, kemudian di ikuti oleh minerals and non-ferrous metals sebesar 26%, komoditas bevereges (coffee, cocoa, beans and tea) sebesar 18%, komoditas agriculture and raw materials sebesar 2% dan komoditas food mengalami penurunan sebesar -1%. Pada tahun 2005 jelas terlihat volatilitas harga komoditas fuels cukup tinggi yang berarti pada tahun tersebut fuels producer, cartel ­meraup besaran laba/profit secara signifikan. Jika kenaikan harga eksport minyak ini dihubungkan dengan inflasi maka dapat diasumsikan kenaikan harga fuels tersebut menjadi satu faktor dorongan terjadinya inflasi dan bisa saja terjadi kenaikan pengangguran, seperti ilustrasi Gregory Mankiw “kenaikan dalam harga minyak pada tahun 1979,1980,1981 menyebabkan inflasi dua-digit dan meningkatkan pengangguran” (Mankiw 2000:236). 




            Pada tahun yang sama kelesuan terjadi pada komoditas food dengan penurunan export prices sebesar -1% tentu berakibat tersendiri bagi para pelaku usaha di bidang komoditas ini. Pada tahun 2006 keadaan berubah, komoditas minerals and non-ferrous metals mencatat kenaikan export price sebesar 56%. Hal ini berarti terjadi kenaikan 30% dibandingkan tahun sebelumnya dan  sekaligus menjadi trend kenaikan harga eksoprt tertinggi dibandingkan dengan produk primer lainnya.  Fuels product mengalami presentase penurunan harga eksport dibandingkan tahun sebelumnya, penurunannya sebesar 20%. Secara spekulatif dapat diasumsikan bahwa peningkatan harga eksport produk mineral berbanding terbalik dengan harga fuels product meskipun terdapat faktor-faktor lainnya yang berpengaruh cukup signifikan dalam fluktuasi harga eksport yang perlu diperhatikan lebih seksama seperti trend supply and demand, kejadian politik dunia dan sebagainya. Akibat terjadinya penurunan harga fuels tersebut maka diasumsikan inflasi berkurang dan pengangguran dapat menurun jumlahnya.



            Pada tahun 2006 terlihat hal yang positif pada produk agriculture,raw material dan food. Kenaikan presentase harga eksport pada agriculture,raw material sebesar 6% dan pada produk food sebesar 8% dari tahun sebelumnya. Produk beverages pada tahun 2006 justru mengalami penurunan presentase harga eksport sebesar 12% dari tahun sebelumnya. Kenaikan harga eksport pada mineral – logam dan raw material tahun 2006 dapat diasumsikan secara sederhana yaitu terstimulasinya kegiatan industrialisasi dan pembangunan secara fisik di berbagai negara berdasarkan asumsi kenaikan permintaan atas produk-produk tersebut yang mendorong terjadinya kenaikan harga eksport. 



            Dalam WTO report 2007 memperlihatkan data World Trade Developments In It Products, 1996-2005 (WTO 2007:16). Data tersebut menyebutkan pada tahun 2005 dengan nilai perdagangan eksport mencapai $1450 billion, produk-produk Teknologi Informasi menyumbang sejumlah 14% dari total eksport perdagangan barang dengan demikian melebihi gabungan dari produk agriculture, textile and clothing. Tabel 1 (WTO 2007:6) menunjukkan bahwa perkembangan ekspansi eksport produk IT lebih cepat dari eksport produk manufaktur, terutama terjadi pada tahun 1999-2000. Pada tahun 2001-2002 mengalami penurunan sementara manufaktur pada tahun tersebut mengalami perkembangan yang signifikan dan trend 2003 perkembangan eksoprt produk manufaktur dan TI meningkat sejalan tentunya dengan total nilai eksport IT produk lebih dari produk manufaktur. Antara tahun 1996 dan 2005 harga produk IT meningkat rata-rata 6% setiap tahun sedangkan produk manufaktur lainnya hanya meningkat 1% setiap tahunnya. Hal ini dapat menggambarkan fenomena industri IT yang berkembang sangat cepat khususnya memasuki era millenium. Perkembangan nilai eksport produk IT tentunya seiring dengan peningkatan demand, perkembangan informasi teknologi membuat konsumsi barang yang tinggi dari sektor ini menjadi tinggi selain itu karena umur produknya yang relatif singkat membuat produk cepat berganti.   




            Tabel 2 (WTO 2007:17) menyebutkan data IT Trade by region and leading traders. Data tersebut menyebutkan munculnya negara-negara di region Asia yang menonjol sebagai aktor eksportir produk IT di dunia sekaligus juga sebagai importir terbesar. Data eksport produk TI dunia pada tahun 2005 menyebutkan Asia sebagai eksportir terbesar dengan presentase 52.4%, kemudian Eropa 31.2%, North America 15.4% dan region lainnya sebesar 1.0%. Hal ini menunjukkan negara di region Asia merupakan negaar yang paling adaptif dan sangat kompetitif dalam menghadapi kompetisi dibidang produk IT tersebut. Dalam region Asia sendiri yang total eksport produk IT terhadap dunia sebesar 52,4%, China merupakan negara dengan ekspor produk tertinggi sebesar 14.8%, kemudian Jepang 10.0%, Singapore 7.8%, Rep.Korea 6.1% dan negara Asia lainnya 13.7%. China mempunyai pertumbuhan yang mengesankan, selama 1996-2000 eskoprt meningkat 29% per tahun, mendekati tiga kali lebih ceoat dibandingkan trader lainnya. 



            Selama tahun 2000-2005 meskipun pertumbuhan eksport global  produk IT melambat tetapi eksport produk China mendekati 40% per tahun, lebih dari tujuh kali lebih cepat dari trader lainnya. Eksport produk IT inilah yang membantu mendongkrak angka eksport barang dari Asia memenuhi pasar di seluruh dunia. Fenomena lain seperti perpindahan secara geografis mekanisme produksi karena mengejar efisensi sehingga berlomba-lomba race to the bottom membuat daya tarik tersendiri bagi pilihan berinvestasi (FDI) di negara-negara Asia khususnya yang memiliki buruh banyak dan murah, pajak rendah dan sebagainya. Sedangkan region terbesar kedua dalam eksport produk IT yaitu Europe dengan 31.2% terbagi dalam kelompok EU 25 intra menyumbangkan besaran 18.4% dan EU 25 extra 11.6% dan negara Eropa lainnya 1.2%. Menguatnya mata uang Euro vis a vis US dollar memberikan divergensi tersendiri bagi negara-negara di Eropa untuk menjadi negara exportir produk IT dengan mengembangkan industri TI di negaranya seperti negara Rep.Ceko, Hungaria, Polandia. Amerika Serikat merupakan eksportir terbesar dari region Amerika Utara 11.8% dan negara di benua Amerika lainnya sebesar 3.6%. Amerika Serikat yang merupakan eksportir kuat pada pertengahan tahun 1990an mengalami masa peak pada tahun 2000. Meksiko yang berada di region Amerika menjadi negara eksportir penting walaupun tidak berpartisipasi dalam ITA, tujuan eksport produk Meksiko untuk pasar Amerika Serikat.



            Dari segi import dunia pada produk IT, region Asia juga menempati peringkat teratas dengan presentase import 41.5%, kemudian Eropa 33.3%, Amerika Utara 21.1% dan region lain 4.1%.  Di Region Asia, China sebagai importir terbesar yaitu 13.2%, di ikuti Singapore 5.6%,  Japan 5.3%, Rep.Korea 3.9% dan Asia lainnya 13.5%. Fenomena import yang tinggi dari China dan Singapore ini merupakan model dari skema import untuk re-eksport. Import IT produk oleh India juga tergolong besar terutama semenjak memasuki tahun 2000, sebagian besar import India berasal dari produk telekomunikasi dan komputer tentunya hal ini sejalan dengan proses pembangunan yang direncanakan oleh India. 
            


            Appendix tabel 1 (WTO 2007:22) menunjukkan total nilai (dalam Million Dollars) yang dihasilkan dari eksportir produk IT pada tahun 2005.  Negara EU 15 menghasilkan 400328 dengan share 27.7% dari total global (global 1443963). Extra- EU 15 menghasilkan 185682 (share 12.9%), intra-EU 15 214646 (share 14.9%). China sebagai negara teratas dengan total nilai yang dihasilkan sebanyak 213637 atau 14.8% dari total global. Report ini menunjukkan semakin kuatnya perekonomian China yang kedepannya akan menjadi kebijakan untuk mengoptimalisasi sektor ini guna mendapatkan hasil yang lebih dari tahun-tahun sebelumnya. Strategi dengan memanfaatkan kekuatan negara seperti demografis, geografis dan capital attractive, membuat China semakin memperkokoh kekuatan industri berbasis perdagangan dunia terutama pada produk ini. Amerika Serikat menduduki ranking ke dua setelah China dengan total pendapatan 170121 atau 11.8% dari global. Jepang sebagai negara dengan ranking ke tiga dengan penghasilan 144759 atau 10% dari global. Hongkong sebagai status istimewa administratif China memperoleh 115768 dengan skema re-eksport menghasilkan 111124 dan domestik eksport 4644. Singapore menghasilkan 111969 atau 7.8% dari total nilai global. Republik Korea menghasilkan 87947 atau sebesar 6.1% dari total global. Taipei/Taiwan menghasilkan 71891 atau sebesar 5% dari total penghasilan dunia. Malaysia menghasilkan 59370 atau 4.1%. Mexico walaupun bukan partisipan ITA menghasilkan  sebesar 33904 atau 2.3%. Philipina menghasilkan 26940 atau sebesar 1.9%. Thailand menghasilkan 244464 atau sebesar 1.7% dari total penghasilan dunia. Kanada menghasilkan 19045 atau sebesar 1.3%. Hungaria menghasilkan sebesar14011 atau sebesar 1% dari total dunia. Switzerland menghasilan 10956 menghasilkan 0.8% dari total dunia. Republik Ceko menghasilkan 9919 atau sebesar 0.7% dari total global. Indonesia menghasilkan 6193 atau sebesar 0.4% dari total global. Brazil walaupun sebagai negara non partisipan ITA menghasilkan 4073 atau sebesar 0.3% dari total penghasilan dunia. Israel menghasilkan 3758 atau sebesar 0.3% dari total global. Polandia menghasilkan pendapatan dari eksport sebesar 3169 atau sebesar 0.2%. Australia menghasilkan 2544 atau sebesar 0.2%, Norway menghasilkan 2486 atau sebesar 0.2%, Slovakia menghasilkan 2076 atau sebesar 0.1%. India menghasilkan 2112 atau 0.1% dari total. Costa Rika menghasilkan 1744 atau sebesar 0.1 dari total pendapatan dunia. Estonia menghasilkan sebesar 1530, Malta menghasilkan 1208, Marocco menghasilkan 1065, Romania menghasilkan 1046, Tunisia (non partisipan ITA) menghasilkan 972 masing-masing negara tersebut menyumbangkan 0.1% dari total penghasilan dunia. Data ini menunjukkan bahwa perkembangan region Asia khususnya Timur dan Tenggara mempunyai peranan penting bagi produk berbasi TI. Negara-negara dikawasan tersebut harus menyadari tingginya angka kompetisi dan sekaligus menjadi motivasi untuk mengembangkan dan mengkoneksikan diri dengan produk TI dunia.



            Tabel 3 (WTO 2007: 20) menunjukkan data World Exports Of Ita Products By Category, 1996 dan 2005. Data tersebut menunjukkan perubahan yang signifikan untuk eksport produk IT terutama pada produk telekomunikasi. Produk telekomunikasi pada tahun 1996 sebesar 15.2% tetapi pada tahun 2005 terjadi kenaikan menjadi 20.9%. produk Komputer relatif stabil, pada tahun 1996 eksport sebesar 35.5% dan pada 2005 sebesar 34.2%. Produk semikonduktor juga mengalami penurunan presentase eksport, pada tahun 1996 sebesar 12% dan pada tahun 2005 sebesar 10.6%, produk ITA isntrumen dan software juga mengalami penurunan, pada tahun 1996 sebesar 13.5% sedangkan pada 2005 sebesar 11.8%. Produk semikonduktor juga mengalami trend menurun, pada 1996 sebesar 23.6% sedangkan pada 2005 sebesar 22.5%.  Data ini menunjukkan sektor produk telekomunikasi mempunyai perkembangan yang signifikan dalam kegiatan perdagangan, hal ini sejalan dengan fenomena masyarakat komunikasi tinggi.
           
           
           
           
             





 Tugas perdagangan dan Investasi sambarang nyit2  :D


REFFERENCES

Mankiw, N.Gregory. Teori Makro Ekonomi 4th edition, terj. Imam Nurwaman. Jakarta: Erlangga, 2000.
Oatley, Thomas. International Political Economy: Interests and Institutions in the Global Economy - 2nd edition. New York : Pearson, 2006.
Waltz, Kenneth N. Man, the State and War: a theoritical analysis. New York: Columbia University Press, 2001.
WTO. World Trade Report 2007, Six Decades of Multilateral Trade Cooperation: What have we learnt? Switzerland, 2007.


No comments:

Post a Comment