Pages

Love is tortured as capitalism tortures mankind



dijaman yang serba kapitalis ini, kita berbicara cinta dalam pengertian yang sesempit2nya..
sebutlah itu berpasangan...dan jika ia beruntung maka berlanjutnya ke pelaminan..

disini kita bayangkan dengan menggunakan east values atau indonesia konteks saja ...permodelan yang menjadikan sejumlah materi menjadi nilai lebih prosesi "berpasangan" ini...




disini materi dimaksudkan seperti yang banyak dikecap yaitu kepemilikan atau potensial pencapaian nilai-nilai yang dirujuk kepada benda-benda melalui perantaraan uang... (untuk membedakannya dengan pengertian "materialis" dari marxist yaitu proses kerja manusia)... kita membicarakan materi yang broadly speaking..

melengketnya (embedded) materi ini bukan dibaca sebagai fenomena parsial semata, ia merupakan manifestasi atas perkembangan politik ekonomi suatu epoch (rentang waktu) dan ruang. Seiring dengan  mudahnya indikator materi sebagai indikator keberhasilan dipraktekkan otomatis ini menjadi diskursus yang menginjeksi setiap kepala manusia, apapun agamanya.

sebagai contoh, "dana" menjadi masalah pemerintahan

sewaktu jaman Soekarno tentu diskursus yang mengemuka mengenai pembangunan (baik nation-state building) adalah manifestasi konfrontasi ideologi (kapitalisme-Sosialisme). Manifestasi ini berefek pada model pembangunan apa yang di inginkan dalam kondisi ekonomi politik keamanan yang labil-labilnya dan banyak masalah. Secara singkat sangat bervariasinya masalah yang terjadi dan berkontestasi.


seiring waktu berlalu, sejarah jungkir balik, Soeharto - Nasution menyetir negara, 180 derajat kondisi berubah. Rezim Soeharto yg menerima sejumlah fresh money dari US - Donors mulai "membangun" Indonesia. Semenjak dari itu diskursus kapitalisme yang kawin dengan otoritarian menjadi diskursus dominan seiring pemaksaan sejarah tunduknya idiologi lain selain kapitalisme.

paksaan tiarapnya model ekonomi politik yang lain menjadikan capitalism troops berbondong-bondong memberondong masalah naik kepermukaan. Apakah masalah yang naik itu ?? jawabannya adalah "uang". Capitalism troops ini dalam formasi kenegaraan masuk mulai pucuk tertinggi maupun pemakan remah2 roti meja penguasa sebutlah produksi pengetahuan di universitas2 yang dikenal dengan nama fakultas ilmu ekonomi. Universitas apa yang fakultas ekonominya tidak mengajarkan makro-mikro? tentu semua mengajarkan tidak ada yang tidak, sekarang pertanyaan universitas apa yg fakultas ekonomi dikurikulumnya mengajarkan ekonomi marxis? ...coba anda jawab..hampir hopeless kan,...


nah secara cepat kita menemukan masalah2 baru berbau uang dan indikator2 kesuksesan ini mengalami patahan sesuai dengan perebutan kekuasaan  (kejadian sejarah ekonomi politik) di negeri ini. Jadi anda dengan mudah mendeteksi ketika ada program yang dibuat lantas beberapa orang menyeletuk "berapa dananya?"



sekarang apa hubungannya dengan "berpasangan" ??



sistem budaya sebagai sistem pengetahuan tidak berdiri sendiri artinya ia memang mengalami metamorfosa turun temurun tetapi ia dependen terkonstruksi dengan kondisi tempat ia berada, kondisi - aktivitas ekonomi politik pada jamannya. Basis mempengaruhi suprastruktur. Kondisi ekonomi politik dalam hal ini turut andil dalam mempengaruhi budaya-budaya ataupun konsensus sosial yang dianut/dipaham berbagai pranata sosial.


sebagai contoh, komodifikasi budaya kecantikan. Komodifikasi perempuan disesuaikan dengan ideal-ideal sesuai pasar melalui beberapa kontes kecantikan yang tentunya di dukung oleh sponsor yang bermain di dalamnya (kosmetik, pelangsing tubuh, pemutih muka, luxury brand, 4-5 stars hotel etc). Sehingga menjadi cantikpun mempunyai standard "kriteria".


Perkembangan teknologi terutama media dan penangkap sinyal media menyumbang besar konstruksi pemikiran seseorang dan tentunya prilaku. Sebutlah seberapa masif industri pornografi US - Japan menginvasi manusia-manusia di berbagai penjuru di dunia. 



Nah dari sini kita mendapatkan model bagaimana persepsi tentang perempuan itu mengalami shifting. Para pejabat dengan mudah memesan wanita muda cantik, seksi untuk memuaskan imajinasi seksualnya melalui seperangkat alat komunikasi atau bantuan broker. Suatu kesenangan yang dihubungkan dengan power melalui uang. Perempuan menjadi komoditas, yang empunya uang dijajah kelaminnya sendiri.



sebutlah fenomena ketua MK.. Akil M "uang sogokan, narkoba, obat kuat"...
sungguh kapitalisme menyiksa otak Akil secara sistematis, memaksanya berkesibukan dengan hal yg tidak-tidak.  Ditambah lagi penyiksaan shock zaman (shifting model hidup era '80an, '90an ke 2000an)... tentu betapa sedihnya keluarganya ketika kata terakhir tersebut ditemukan "obat kuat"....


 
Namun supply bocah tua nakal ini juga ekuilibrium dengan demandnya. Bagaimana perempuan yang bekerja wanita telpon (baca: wanita panggilan) itu memandang hidup. Jika pemasukan Rp.1-5 juta perhari untuk apa kerja keras pagi-sore untuk Rp.2 juta/sebulan. Ataupun alasan lain, "untuk bertahan hidup". Sebuah alasan sangat klise dengan kemegahan hidup atau kebahagiaan, kebanggan yang direlasikan dengan uang dan barang2 merupakan the main driven.



dimana lagi anjuran uang datang sesuai Islam values "halal & tayyib" ?? ia hanya menjadi anjuran dan hapalan tanpa praktik sebutlah berapa pejabat di negri ini..mulai dari skala nasional sampai lurah, pengusaha senior-pemula, orang baru kaya (shock) dll...



symptoms instant-minded melahirkan perilaku2 aneh yang terkadang mencari justifikasi alasan kemanusiaan/humanisme. Apalagi di masa yg kita hidup sekarang ini dimana lompatan teknologi memuncak dan menjadikan narsisme ke titik tertinggi dengan keinginan pujaan tanpa henti dan brutal..



paradoks humanisme dan ketegangan (humanisme-zaman-life style-moral shock) ini terdapat pada komentar beberapa pelajar setingkat SMA yg melakukan tindakan "menjajakan" diri yang dimuat salah satu situs berita.

"kenapa melakukan itu ?"
"untuk membantu orang tua, beli blackberry, senang2"

terkadang humanisme "membantu orang tua" menjadi tameng, padahal normalnya betapa sedih orang tua yang mengetahui aktivtas anaknya begitu,
tetapi kedok terkuak pada opsi jawaban kedua dan seterusnya "membeli BB dsbnya"..gaya hidup dengan bergelimpangan gadget dan kesombongan yang terpamerkan di dunia maya..hidup untuk sejumlah puji2an dan jempol..



inilah aktivitas era ini, dengan narsisme di puncak tertinggi...foto tampil disetiap media sosial dengan mayoritas bermuka abu2 dan berbibir orange....  jika di dunia nyata saya menemukan orang bermuka abu2 berbibir orange..sy akan mengatak "azab apa ini ya Tuhan"....



humor di TV pun jatuh ke titik paling tidak berkualitasnya..instant,, TV pun menyiksa penontonnya dengan menyuruhnya ketawa ketika ada adegan bedak, ataupun pelemparan benda2 ataupun joget dengan close up muka dan sekitar dada dsbnya... jokes macam apa itu... 





 



nah..lantas
bagaimana dengan berpasangan ??

Kali ini selain Zizek yang biasa saya kutip,
berikut kalimat menarik yang di katakan Filsuf Perancis Derrida ketika ditanya mengenai penjabaran cinta..

"saya sama sekali tidak bisa mengeneralisir cinta,
anda harus mengajukan pertanyaan,,,,
baiklah karena pertanyaan anda..sy coba menjawab..
sebelumnya ini tentang perbedaan "who" /siapa dan "what" /apa
mencintai seseorang ? "who"
atau mencintai apa ? "what"

ok, kira-kira saya mencintai seseorang..
apakah saya mencintai seseorang karena absolut singular/absolute singularity dari dirinya "kau adalah kau" 

ataukah apakah saya mencintai dia karena kualitasnya "kecantikannya, intelegensinya, dll" ?

one wants to be true to someone, singularly, irreplaceably, ..orang itu bukan X atau Y..
tidak memiliki kualitas, properti dan images "


 "does one love someone or does one love something about someone?"
 




Apa yang coba dikatakan oleh Derrida adalah pembedaan sederhana antara who or what....puncak tertinggi munculnya "being" perasaan - cinta itu melekat pada "who" sebagai singular absolut dan tidak mempunyai kualitas sehingga irreplaceable..

Sehingga fluktuatifnya/naik turunnya ataupun titik terekstrem hilangnya kualitas (properti, kecerdasan, kecantikan, ketampanan, kondisi fisik dll) tidak berdampak/berpengaruh pada Cinta itu sendiri dalam berpasangan.. Berubahnya kualitas tidak berpengaruh kepada singular absolut


Nah lantas...apa yang dikonstruksikan Kapitalisme yang masuk meresap di lini budaya, percakapan, mindset dll adalah menyiksa permodelan percintaan ini diharuskan/sebaiknya/sepatutnya mencintai secara kualitas. Memaksa manusia2 taken for granted atas indikator2 kebaikan yang ditawarkannya. Memaksa menjadi budak-budak yang patuh.
Sehingga berpararel dengan kondisi dunia yang menjadikan uang sebagai lubrikasinya/pelicin/oil kehidupan dunia dan indikator materi sebagai tolak ukur kesejahteraan.



Seperti yang dibahas sebelumnya, cantik-tampan (kualitas) sekarang tidak lagi berdiri sendiri tetapi terkonstruksi oleh media yang tidak lain salah satu pelaku utama kapitalisme. Pemahaman tentang segala sesuatu di buatkan tolak ukur (mapan, cantik, tampan, maskulin dsbnya) sehingga yang mengemuka adalah proyeksi ketika kualitas itu kita dapatkan atau punyai.



Sebagai contoh sederhana saja...

"kerja dimana...nak ?.."
"kepolisian, polisi bu..."
"wah cocok, omnya ini (baca:anaknya) polisi juga..sudah dua bunga loh"
"wah bagus tuh bu (sambil memikir jenjang karir ketika ia terkoneksi di keluarganya,"


atau kisah pusing seorang wanita yang memilih berbagai macam laki2 dgn profesi berbeda-beda akhirnya ia memilih dokter dengan alasan kebanggan keluarga (belum ada yang berprofesi demikian dikeluarganya)...heheeee



"kerja dimana nak..?"
"dosen filsafat bu,,,,"
"adik..kayaknya tidak cocok dengan anak saya, soalnya dia orangnya pemalu."


ini apa hubungannya pemalu dengan pembinaan hubungan...heheee, tentu penolakan yg halus dan menyakitkan



Berpasangan dengan model hubungan untung rugi, proyeksi-proyeksi, kalah menang, karir bersinar, kekayaan (kebendaan, prestise, material).. ukuran pernikahan dengan uang mahar yang dibangga-banggakan ..penyiksaan atas nama budaya luhur....
suatu hubungan cinta yang sungguh kapitalis


inilah bentuk penyiksaan yang dilakukan struktur kepada insan-insan, bentuk penyiksaan kepada apa yang dinamakan atau dimengerti tentang cinta, seperti penyiksaan kapitalisme terhadap manusia


karena kapitalisme membendakan, merubah manusia menjadi benda, benda mengontrol manusia, merelasikan manusia dengan benda (manusia - uang - manusia)








ini bisa jadi pelabelan bagi orang-orang yang kalah,
ataupun orang-orang yang tersisihkan
tapi saya hanya mengamati, hanya mengamati
jadi lihatlah konteks apa yang saya bicarakan, bukan psiko-analisa saya
karena saya tidaklah penting, konteks yang menjadi penting


Jogja  16/10.2013
untuk percakapan derrida bisa dilihat di youtube keywords : Derrida on love

No comments:

Post a Comment