Pages

Bertumpuk




Jakarta, 9 Desember 2011


Sesampai di stasiun Gambir setelah menempuh perjalanan dari bandara Soekarno Hatta dengan menggunakan moda kendaraan Damri, tibalah masa berpusing ria. Walaupun telah nge-print peta Jakarta tepatnya arah dan tujuan “lokasi tes” tetapi tetap saja tidak mengerti. Istilah semacam hilang arah/rabun geografis. Untung saja ada seorang kawan bernama Dedy yang merelakan waktu kerjanya yang “rada padat” untuk disibukkan sebentar untuk mengantar.


Setelah menunjukkan lokasi tes yaitu UGM pascasarjana di bilangan Tebet Jaksel tepatnya di jalan Dr.Saharjo, persoalan yang lain muncul yaitu dimana akan menginap semalam. Sebenarnya ada beberapa kawan yang berbaik hati menawarkan tempat tinggal semalaman tetapi jarak tempat tes dan lokasi tawaran mereka jauh (jauh bagi orang yang tidak mengenal dengan baik jalanan itu jauh dalam arti yang sebenar-benarnya).  Mengingat waktu tes ke esokan harinya tergolong jam sibuk rush hour bagi para pekerja yaitu 7:30. Belum lagi klo salah naik angkot, bisa jadi uang” pas”an tiket pesawat PP Jkt-Mkssr menguap tanpa hasil.


Sebenarnya, lokasi tes untuk masuk pasca UGM (smester genap) ada di dua tempat yaitu jogjakarda dan Jakarta. Tetapi karena pada minggu tersebut banyak event di pasar (maklum EO kampung main di pasar hehee) jadwal yang bisa diselipkan hanya untuk lokasi Jakarta.


Kembali ke penginapan, akhirnya berjalan kaki tanya sana sini penginapan terdekat dengan harga terjangkau (baca: murah). Karena kawan juga tidak terlalu mengenal daerahnya dan beberapa tempat yang di datangi room rate nya rata Rp.250-300 ribu permalam maka penginapan “rakyat” lah diperlukan. Gang susur gang, lorong susur lorong dan ternyata benar di samping gedung pasca UGM terdapat banyak lorong-lorong kecil yang rumah warga seadanya yang disulap menjadi kost”an pekerja di bawah UMR  atau pekerja yang incomenya dinamis (kadang ada, kadang tidak) atau PKS (Pegawai bukan Karyawan bukan Serabutan ia).


Waktu pencarian ( 14:30 – 15:30)


Akhirnya setelah beberapa lorong di masuki dan rata-rata full, akhirnya ada satu kostan yang kebetulan kamarnya kosong. Jaraknya sekitar 1 km dari lokasi tes, hmm menurut feasibility study layaklah tempat ini sebagai pernaungan sementara. Maklum mesjid di sekitar itu juga dikunci "-_-.. Jakarta oh Jakarta, segala2nya kau kunci, apakah hatimu juga heheee..
Kamar kebetulan kosong. Kosong bukan karena tidak ada penghuninya tetapi pemilik kost berkata itu tidak disewakan alias tempat simpan barang (gudang kecil). Akhirnya bujuk membujuk tiba, diplomasi berjalan sesuai harapan. Akhirnya “cliiiingggggg” ruangan berdimensi 1,75 x 1,5 m, berdinding tripleks (berbatasan dengan kamar lan) itu disulap jadi kamar kost dengan fasilitas tikar dan lampu yang dipindahkan dari rumah sebelah berkekuatan 7 watt “-__-.Tebak berapa sewa kostnya permalam....??? hmmm beda dikit dengan nonton bioskop yaitu Rp.50 ribu. Jumlah ini disebutkan bapak kost dengan moderat, biasa seperti orang2 yang mencari-cari angka wajar klo bukan 50 ya 100, tetapi masa ia sih Rp.100 ribu. Setelah biji matanya kemana-mana bapak kost menyebutkan Rp.50 ribu aja de udah termasuk listrik kok. "-_- emang sy bawa kulkas pak heheee




Dengan maksud menghibur, membesarkan hati sekaligus membully dan kebutuhan dia untuk segera balik ke kantor kawan dedy mengatakan “disini saja, sudah tidak ada tempat lain, bagus juga kak tempatnya dan lumayan”.  Maksudnya sebenarnya baik, lumayan di bandingkan tidur berdiri atau tidur di WC. heheee.  Seandainya satpam pasca UGM mengijinkan saya tidur di musholla seperti yang selalu dilakukan ketika berpergian ke suatu tempat yaitu kombinasi MT (Musholla – Terminal) tentu tidak akan serepot ini. Satpam berkilah “ini aturan kantor pak, saya tidak bisa apa-apa”. Tetapi tak apalah cari kerja dan hidup di Jakarta susah, nanti gara2 mengakomodasi keperluan saya dia dipecat kan brabe. Bisa jadi beban dosa dan moral sama keluarganya.



Setelah menaruh tas dan coba mensyukuri apa yang ada (sok ala Mario Teguh) dan mengantar kawan pulang ke ujung lorong. Tibalah saat yang dinanti-nantikan yaitu mengecek WC/toiletnya. Dan ternyata benar sesuai dugaan, “bermasalahhh”. WC yang satu di dalam tidak boleh dipakai BAB (buang air besar2an). Dan ada WC diluar rumah yang mirip WC dikampung (dindingnya dari seng) ternyata “maaf” mampet, harta karun berjejalan dimana-mana hehehehee.. hancurrr. Ketika saya menanyakan kepada tuan rumah apakah bisa meminjam WC bapak katanya tidak boleh ke WC umum saja di belakang. Hmmm ini Jakarta, was-was, curiga, dan sebagainya pasti dikepala bapak ini, bahkan untuk minjam WC saja dia curiga. curiga WC nya mau dicoret2 ya pak heheeee emang terminal, atau curiga WC nya saya mau repainting …enak saja .sibukku itu…heheee, raut wajah bapaknya juga kurang bersahabat mungkin karena beberapa penghuni kost belum bayar heheee piss pak..



Next, pencarian WC umum,…


Ternyata untuk ke WC umum tidak terlalu mudah, melewati lorong yg kecil (untuk satu orang) dengan kondisi yang padat. Ibu2 yang ngerumpi, merokok, anak2 kecil yg menangis, bapak-bapak yang nyantai karena nganggur dan bermacam model kaum miskin kota ada disitu. Karena saya memegang alat mandi dan orang baru yang mereka lihat jadi gampang saja mereka menerka saya org kesasar yang ingin segera ke WC umum. Beberapa kali saya mendengar kalimat “bukan kesitu dek, ke kanan terus 2 kanan kiri lagi”. Perintah arah itu percayalah, tidak sesederhana yang dibayangkan "-__-.

Meskipun dari atas sebenarnya tempat ini kecil tetapi karena mepet2nya bilik2 rumah tetap saja seperti labirin. Jika ini labirin apakah diujungnya nanti saya ketemu putri, saya memberikannya bunga dan cincin dan melamarnya (mirip cerita2 di tivi) heheee tidakkkk... bukan putri diujung labririn ini tetapi WC umum. heheeee saat itu WC lebih penting dari putri2an..hehee

Aha…inilah WC umum !!


Terdiri dari 3 bilik, dinding batu, ukuran kecil lah (jangan bayangkan WC di rumahmu) dan satu sumur bor. Karena hanya 3 bilik ini dan ratusan warga yang ingin buang2 dengannya, satu prase muncul “antri de”. -_-“…. ini adegan yg cukup sulit ketika menahan sesuatu dan diharuskan tampak baik2 saja…heheeee

tiba2 ada yang menyeletuk, “mas klo mau antri berak di WC yang dua itu”… alamak terang2an dia pakai kata itu “berak” dimana seorang artis secantik dina lorensa pun akan terimajinasi kacau ketika kata kerjanya muncul kata itu, semua nama orang yang ketemu kata kerja ini akan terimajinas 180 derajat dari penampilan yang mereka sering lihat dan tentu saja tidak seorangpun yang akan melihat idolanya melakukan adegan itu…heheee.


Ternyata memilih antri di antrian terpendek (mirip model swalayan) tidak dapat diterapkan di tempat ini, salah konteks tepatnya..  Pindah antrian di garis antrian yang telah ditunjukkan hehee.. terlihat kira2 ada 4 orang lah didepanku, di garis antrian yg satu ada 5. Semua dengan muka masam dan tampaknya tidak ada persoalan lain yg lebih penting di dunia ini selain melegakan perut.heheee Tetapi angka bilangan 4 dan 5 itu ternyata sy salah juga, karena durasi orang di dalam WC tidak sama,,,,alamakkk…salah lagi. Adegan yang lucu adalah melihat perbedaan muka before and after. Masam, cemberut tiba-tiba murah senyum dan sumringah, ahhhhhh bahagia itu sederhana “buang air pada waktunya” heheeee

Bagi penguasa negeri ini, selain mega proyek seperti pembangunan Jembatan Selat Sunda yang diestimasikan Rp.225 Triliun yang kue nya kini tak bisa di nikmati lagi oleh atut, atau pembangunan Center Point of Indonesia yang juga triliunan rupiah yang letaknya tidak center2 amat, atau pembangunan sundial atau fly over di jakarta u/ menghindari kecelakaan yang sama truk pertamina vs kereta listrik...baiknya anggarkanlah sedikit dari ampas2 mega proyek itu..untuk menambah bilik WC ini...hehee tambah 4 bilik 1 sumur bor lagi kayaknya cukup mengakomodasi rutinitas wajib manusia. Tentu semua happy dengan pembangunan yang kecil2 ini heheee

Oke kita fast forward saja potret WC itu… kembali ke kost



… to be continued
heheeee








No comments:

Post a Comment