Pages

Psikologi Idiot

unsur moral/etika pada suatu tayangan berita di stasiun TV tadi begitu mengganggu, karena saya tidak mempunyai banyak tempat saluran untuk berbicara didukung oleh legiitmasi personality saya yang lemah untuk berbicara, maka saluran ini (baca:blog) menjadi tempat persinggahan unek-unek yang menurutku itu wajar,,,,




Stasiun TV tersebut sekitaran 30 menit yang lalu (sekarang 5.14 WIT (waktu indonesia terban-jogja)) menayangkan berita percobaan bunuh diri seorang ibu yang memasukkan racun tikus ke dalam botol susu anaknya dan sekaligus meminum racun tikus itu sendiri, untung kedua nyawa ini (ibu dan anaknya) tertolong dan dalam perawatan rumah sakit di Kediri, suaminya pun diwawancarai perihal mengapa hal tersebut terjadi, suaminya pun menjawab dengan sangat jujur "permasalahan ekonomi". Si suami dimintai keterangan oleh polisi (dengan huruf "p"kecil) dan tampaknya akan dijatuhi hukuman (baca:tersangka). Tragedi serupa pun terjadi di berbagai belahan kota lainnya di Indonesia seperti yang disebutkan narator berita tersebut, diantaranya daerah di jawa barat.




Entah mengapa, narator  dan logika berita mengarahkan bahwa persoalan kemiskinan yang di derita orang-orang tersebut bukan menjadi fokus, tetapi presentase analisa berita selanjutnya di arahkan kepada psikologi rumah tangga dengan ibu sebagai korbannya. Ini tampak dari responden yg di interview dengan komentar compang camping melihat kondisi psikologi rumah tangga. Dan pada pamungkas berita ditampilkanlah seorang psikolog (dgn huruf "p"kecil) untuk mengomentari. Parahnya mereka interview bukan pada orang-orang dengan kondisi objektif yang sama dengan yang mengalami percobaan bunuh diri, rata-rata yg diwawancarai cukup tenang dengan permasalahan rumah tangganya. Ya secara sepihak saya mengatakan derajat penderitaan antara ibu yang mencoba bunuh diri dengan yg di interview itu jauh berbeda, kasarnya di ibu yang mencoba bunuh diri sama sekali tidak ada uang, malah ada utang, sedangkan org yg dinterview masih punya uang Rp.10rbu dikantongnya saat diwawancara,




Dari perjalanan berita tersebut sontak yang menontonnya (saya dan ari) langsung memaki-maki. Kejengkelan logika berita yang ditawarkan kepada viewer dan absurd nya unsur moral yang ditawarkan. Dari konstasi maki-maki tersebut ada alasan yang membangunnya



Menurut saya kesalahan yang dilakukan manuver berita itu ketika mengkerangkengkan permasalahan struktur ekonomi (kemiskinan, ketidakmerataan kesempatan,terhapusnya harapan hidup dari orang yang tidak mempunyai uang dsbnya) menjadi suatu permasalahan yang kecil dibandingkan psikologi pelaku-korban yang ditawarkan berita. Terlalu membesar-besarkan permasalahan psikologi korban-pelaku yaitu seolah-olah bunuh diri itu sesuatu yang instan terpikirkan.


"ahaa, saya pusing, saya mau bunuh diri"
"minum racun tikus"
logika instan ini (instan dalam artian kesemuanya itu terjadi dalam waktu yang singkat). Padahal seperti yang kita ketahui bersama keputusan untuk melakukan bunuh diri sebagai puncak dari akumulasi peristiwa-peristiwa yang dilaluinya menit permenit, jam perjam, hari perhari yang pada akhirnya tidak mempunyai harapan untuk menyelesaikannya selain menyelesaikan melalui kematian.



ada problem-problem serius yang dihadapi ibu itu sehari-hari, beratnya tekanan ekonomi, TIDAK ADANYA UANG, UANG, UANG (huruf besar menunjukkan saya MARAH) untuk membiayai kehidupan sehari-hari. ini suatu problem yang serius di masyarakat di bangsa hancur ini. Dimana kurangnya harapan hidup orang miskin karena tidak adanya penghasilan, akses terhadap sumber-sumber penghasilan. MEREKA FRUSTASI karena TIDAK ADA UANG, untuk makan hari ini,makan sebentar malam, makan besok pagi,makan besok siang, makan besok malam, anak sakit,utang dan sebagainya. Mereka kehilangan HARAPAN hidup. 




Yang parahnya lagi, aparatur disiplin and punish institusi kepolisian melihatnya sebagai sebuah kriminalitas dan akan menjatuhkan hukuman. Lebih baik anda (polisi,media,pihak rumah sakit ataupun siapapun itu yang terlibat didalamnya) memberikan secercah harapan untuk hidup mereka, misalnya angkat mereka sebagai cleaning service, cuci seprei/gorden rumah sakit, dan sebagainya. Itu langkah lebih real dari kondisi waktu yang pendek. Hidupkan kembali harapan hidup mereka dengan membagi sedikit rupiah kepada mereka. Mereka tidak perlu banyak seperti kerakusan orang pada umumnya yang tinggal di kota, mereka hanya butuh secukupnya untuk makan dan tinggal.


Saya tidak menolak secara penuh hadirnya anasir-anasir banal dari psikologi dari berita-berita problem masyarakat, bolehlah ia digunakan ketika ada pelaku bunuh diri yang jika ditelusuri faktor Ekonomi tidak menjadi faktor utama pendorong aktivitasnya tersebut. Sebutlah ia, kasus harapan tinggi kepada kekasihnya, pekerjaan, dan sebagainya yang dapat memproduksi stress tingkat tinggi. Tapi dengan unsur berita tersebut dimana faktor ekonomi yang sifatnya struktur mempengaruhi individu yang kemudian dijadikan analisa permasalahan individu itu ada bias analisa psikologi dengan menyamaratakan orang-orang dan fatalnya memperlakukan treatment yang sama terutama dengan punish.


Inilah yang ditolak Foucault dalam logika biopolitik dan politik-anatamo, ketika sesuatu terjadi kita menjadikan fokus utama kepada tubuh si pelaku-korban sedangkan struktur di luar korban-pelaku yang mengkonstitusi pelaku dilihat sebagai sistem yang minor. Psikologi juga mempunyai tendensi ke situ karena fokus kepada tubuh-tubuh tadi.


Kasus percobaan bunuh diri tersebut semakin menegaskan menurut saya, kita sebagai sebuah bangsa dalam gambaran besarnya tidak sedang baik-baik saja, seperti berita gemerlangnya Indonesia pada berita ekonomi pada kolom-kolom berita surat kabar dominan di negeri ini. Ada persoalan serius yang mematikan dari cara orang mengatur negara ini dengan berbagai logika serta model ekonomi. Ketika rotasi/sirkulasi uang berada pada poros atas-menengah dan tidak dapat menyentuh orang bawah. Dan kita tahu semenjak barang mempunyai nilai/harga semua menjadi sangat rumit. Adanya ketidakmerataan sampai ke kalangan bawah ini suatu persoalan besar. FATALISME terbesar ketika logika psikologi idiot menempatkan korban-pelaku bunuh diri sebagai orang yang yang dianalisa bahkan men judge mereka orang yg tidak kreatif lah, malas lah ibaratnya orang-orang tersebut "sudah jatuh dijatuhi tangga dan bebatuan".

mungkin disini saya yang idiot ,tidak disiplin menyeluruh membaca freud, lacan, ataupun jung



tolonglah orang lain, jangan sibuk sendiri,
karena negara ini aneh, di-isi orang yg aneh dan struktur yg aneh




Jengkel,
 jogja 24/12/2012

No comments:

Post a Comment