Pages

Penjelasan Singkat Konteks Sejarah dalam Novel Pulang – Leila S. Chudori



Penjelasan Singkat Konteks Sejarah dalam Novel Pulang – Leila S. Chudori
Part 1 for Beginner


Pulang – it’s fresh air but keep eyes open ditengah ombak dan tsunami novel yang mendayu-mendayu, novel yang isinya khotbah2 kebajikan dan motivasi ala Multi level marketing, kekacauan akal sehat Ayu Tingting dijadikan masalah nasional, kalimat bijak komersil Mario Teguh, politisi yang menggila korupsi, muka ruhut dan sutan yg kerap kali muncul, siaran TV tidak ada yang dapat diandalkan kecuali pertandingan bola dll,  akhirnya ada juga udara segar (juga berhati-hati) berbentuk novel sejarah meskipun ceritanya fiktif tapi sejarahnya REAL. 


Ada juga bagian yang kerap membuat kelopak mata naik turun di novel wartawan majalah Tempo ini yaitu bagian masak-masaknya yang terlalu banyak menurutku, dan selalu saja yang diluar negeri jago masak, tapi usaha untuk mendekatkan pembaca dengan perjuangan eksil tapol orde Soeharto dalam membangun restoran di Paris sangat patut diapresiasi. Seperti semua solidaritas perasaan dan tindakan atas korban langsung maupun tidak langsung dari otoriter Soeharto. Korban-korban yang hak hidupnya dihilangkan dan dikurangi aksesnya dimanapun itu, padahal hidup hanya sekali !!


First we blame Soeharto and his tentacles for this long-term systematic chaos
and then, we put blame on Aidit !!
Why Aidit ?? 
karena orang ini berinovasi tiada henti, tidak menjalankan-mematuhi hasil rapat kolektif, sok pintar sendiri alhasil membuat gerakan sendiri, ….
baca: John Roosa “Dalih Pembunuhan Massal”


Dalam realitas tidak semua berakhir happy ending ataupun menceritakan kemenangan. Novel ini memotret orang yang dipaksa kalah dan terbuang. Realitasnya label-label propaganda orde Soeharto atas “kiri” sampai sekarang belum menemui ending masih berlanjut, secara kebijakan Tap MPRS XX/1966 dan XXV/1966 masih berlaku. Dari segi everyday life (sosial) dijaga sekelompok fasis. 

 oke kita cepat saja, kita tinggalkan fasis


Di novel “Pulang” terdapat beberapa konteks sejarah yang ingin di angkat penulis melalui mata seorang Dimas, istrinya Vivienne, beberapa temannya, mata seorang Surti (ehem-ehemnya Dimas), mata seorang Lintang dan sebagainya. Meskipun telah dijelaskan singkat oleh Leila pada bagian akhir hal. 451-454, saya akan menambahkannya sedikit.

Mei 1968, Paris-Perancis "Novel Pulang Hal.9" :
Kenapa Mei 1968 begitu istimewa bagi sejarah Perancis  dan dunia tentunya?

Dalam peristiwa itu filosofer dan pemikir-pemikir besar terdepan di jaman itu semua turun ke jalan. Merayakan aksi melalui presentasi langsung mereka, merasakan kegembiraan intelektual berupa kesadaran sebagai bagian dari massa solidaritas internasional. Sebutlah seperti Jean-Paul Sartre, Alain Badiou, J.Ranciere, Maurice Blanchot, Henri Lefebvre, Michel Foucault dan sebagainya. Dan setelahnya begitu banyak karya dan konsep yang di ilhami partisipasi langsung pemikir-pemikir pada aksi tersebut.


Tetapi Mei 1968 bukan hanya sekedar partisipasi dan pengaruh dari filosofer atau individu-individu, dia merupakan gerakan sosial massa yang muncul dari akumulasi protes. Suatu proses autonomus individual yang menjadi ribuan-puluhan ribu -jutaan gerakan kolektivis yang bernama “massa”.  Bisa anda rasakan spirit jika puluhan ribu –jutaan orang bersatu padu dalam protes massa, di dalamnya terdiri dari banyak elemen termasuk intelektual – filosofer papan atas ??


Jika aksi kemarin yang berhasil menurunkan ke jalan dokter-dokter di berbagai kota di Indonesia yang kulit mereka sepertinya tidak pernah kena sinar matahari dan akrab dengan yang namanya perawatan “estetika”, seolah-olah mereka pertama kali dalam hidupnya “memperjuangkan” sesuatu yang kolektif bagi nusa bangsanya sambil menenteng sejumlah gadget yang siap memfoto aksi heroiknya kemudian berkoar2 di media sosial, bagaimana suasana Paris waktu itu dengan motif narsis dapat dikatakan 0%?? dimana semua elemen berbagai profesi melebur dan tidak hanya berpikiran lokal nasionalisme tapi internasionalisme……


Gabungan warna-warni gerakan (pelangi dengan warna Merah mencolok-dominan), Marxisme massa proletar buruh, petani dan sebagainya, gerakan anti-otoritarian (termasuk anti-stalinisme (meskipun Stalin sudah koit sistemnya masih hidup)), anti-imperialisme, anti-kapitalisme, gerakan Maoist, Trotskyist, militant Anarkist, berjayanya Althusserian di kampus-kampus, aktivis-aktivis keagamaan (aktivis pertanian Katolik) dan berbagai macam elemen masyarakat lainnya menjadi suatu entitas besar.
Saya membayangkan ada juga mahasiswa yang tidak terlalu banyak keinginan politik tapi ia jengkel, jengkel kepada semua yang terjadi pada periode itu dan berupa-rupa orang dengan alasan yang berbeda-beda. Bukan sekedar solidaritas mekanik tanpa rasionalitas tetapi rasionalitas yang menuntun mereka menjadi solidaritas massa. Gerakan terbesar di Perancis setelah Perang Dunia II (sebelumnya ada revolusi Februari 1848, komune Paris 1871).


Gerakan sosial ini muncul dideterminasi dua konteks (internasional dan lokal/domestik) yang saling bersinggungan. Konteks internasional yang paling berpengaruh adalah solidaritas internasional berbentuk protes terhadap imperialisme-kolonialisme Perancis atas Algeria dan invasi Vietnam oleh Amerika Serikat. Secara umum gerakan protes dan perlawanan terhadap imperialism dan kolonialisme.


Protest berdetak tepat di jantung imperial, dapat dibayangkan jika gelombang gerakan ini menyapu Eropa, pertama Perancis kemudian German, Inggris dan AS sebagai “pucuk” akhirnya menunggu waktu. Mungkin kita akan melihat dunia yang berbeda sekarang. Apa arti pemerintahan jika rakyatnya tidak percaya dan hendak menggulingkannya ??


Untuk konteks domestiknya dapat dikelompokkan menjadi dua besar yaitu protes atas pemerintahan otoritarian presiden Perancis Charles De Gaulle dan aksi opresif terhadap mahasiswa.


Kronologis lokal sekaligus trigger: Maret – Mei 1968
22 Maret : beberapa mahasiswa kritis dan kolega menduduki gedung administrasi kampus Nanterre University dan mengadakan pertemuan dengan dewan universitas terkait diskriminasi kelas masyarakat Perancis dan beberapa perilaku politik birokrasi yang mengontrol ketat pembiayaan kampus. Pihak kampus memanggil polisi yang kemudian polisi mengepung kampus. Akhirnya mahasiswa menyerah dan keluar dari kampus.

2 Mei :  Selama rentang waktu konflik protes pertama, otoritas universitas Nanterre menutup aktivitas kampus.

3 Mei : Mahasiswa Universitas Sorbonne di Paris melakukan protes solidaritas atas penutupan sepihak di kampus Nanterre dan perilaku pengusiran paksa beberapa mahasiswa. Sejak hari tersebut dan beberapa hari berikutnya terdapat konflik antara faksi mahasiswa anti-imperialis-kolonialis yang memprotes perang Vietnam dengan mahasiswa ekstrim kanan-jauh.

5 Mei : di Nanterre para mahasiswa menduduki gedung administrasi dan mengadakan rapat umum. Polisi mengepung Nanterre, menutup kampus.

6 Mei : Mahasiswa Nanterre berkumpul bersama di pusat kota Paris Denfert-Rocherau. Persatuan mahasiswa nasional dan persatuan dosen universitas melakukan protes bersama atas invasi dan opresi polisi di Sorbonne. Lebih dari 20.000 orang berkumpul bersama dalam aksi tersebut. Kerusuhan semakin  menjadi-jadi begitupula dengan opresifitas aparat keamanan bentrok selama 5 jam lebih.

7 Mei : Massa semakin besar lebih 50.000 orang berkumpul dan beraksi bersama menentang brutalitas polisi. Pertarungan panjang antara polisi vs protestors terutama di jalan Latin Quarter. Protestors meneriakkan “Long Live the Paris Commune”. Hari – hari selanjutnya massa semakin membesar.
PCF (Parti Communiste Francais) dan beberapa federasi  mengatakan secara ofisial berpartisi dan merencanakan satu hari tepatnya 13 Mei untuk melakukan aksi skala besar

13 Mei : Lebih dari 1 juta orang berbagai elemen berkonvoi di jalan-jalan di Paris, PM Georges Pompidou mengumumkan membebaskan mahasiswa yang ditangkap dan membuka kembali Universitas Sorbonne. Ketika Sorbonne terbuka, mahasiswa menduduki kampus dan mendeklarasikan otonomi kampus “People University”. Hari-hari selanjutnya terus melakukan aksi protes yang sama.

16 Mei : Buruh menduduki sekitar 50 pabrik-pabrik
17 Mei : 200.000 elemen buruh protes
18 mei : 2 juta buruh protes selama minggu tersebut angka terekskalasi menjadi sekitar 10 juta orang atau sekitar 2/3 dari total tenaga kerja di Perancis. 4.000 mahasiswa menduduki universitas Sorbonne

24 Mei : Disinilah terjadi sekali lagi inovasi tiada henti (baca blunder) dari elit Partai Komunis dengan memerintahkan para buruh untuk kembali bekerja.
25-26 Mei : Konsolidasi dan kompromi terjadi dengan penandatangan persetujuan bersama antara Menteri hubungan sosial dengan poin menaikkan upah minimum pekerja 25% dan gaji rata-rata 10%. Tetapi usulan ini ditolak dan buruh kembali turun jalan.

31 Mei : De Gaulle mengumumkan membubarkan Majelis Nasional menjanjikan pemilihan pada tanggal 23 Juni dan memerintahkan buruh kembali bekerja. Ancamannya jika tidak dipatuhi, Perancis akan dinyatakan kedalam keadaan darurat.
5 – 6 Juni : Turning Points, Para buruh secara gradual kembali bekerja. Persatuan mahasiswa nasional menghentikan demonstrasi. Pemerintah mengumumkan banned terhadap beberapa organisasi kiri. Polisi mengambil alih Sorbonne.
Selanjutnya De Gaulle berjaya kembali di pemilihan legislatif di bulan Juni….

Revolusi gagal premature, majunya setengah-setengah menyebabkan kemunculannya sekelebat menghilangnya…Kompromi dan konsolidasi punya konsekuensinya tersendiri...
Bulan Mei 1968 bulan menggairahkan bagi semua elemen dimana terjadi akumulasi masalah, dosen-mahasiswa menjadi bagian dari masalah sosial dan gerakan sosial, elemen buruh memperkuat formasi tetapi inovasi tiada henti mentacklingnya sendiri,…. “-_-

Dilihat dari sejarah itu, golongan Kanan – Jauh plus aparat keamanan yang opresif dapat mengakibatkan “geger-gegeran”.


Untuk timeline

Further reading :
Kristin Ross, May ’68 and Its afterlives, Chicago: Chicago University Press, 2002
Peter Starr, Logics of Failed Revolt: French Theory after May ’68, California: Stanford University Press, 1995
Mavis Gallant, The Event in May : A Paris Notebook – I-II, Ney Yorker Sept.1968


Next Penjelasan konteks di Cina,..
Mao Zhuxi Wan Sui…aku merasa sesak dengan absolutisme Revolusi Kebudayaan yang dijejalkan pada rakyatNovel Pulang hal.73,76








to be continued.....









No comments:

Post a Comment